Peraturan Menteri Keuangan No. 112 Tahun 2022

by Dicky Mahesa  |  12 Aug 2022

PMK 112 Tahun 2022 ini diterbitkan untuk memperbaharui aturan perpajakan yang mana menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi WNI dan untuk WNA, Badan, dan Intansi Pemerintah cukup menambahkan 0 (nol) di depan NPWP aktif mereka saat ini, sehingga akhirnya semua NPWP nanti akan mempunyai 16 digit. Peraturan ini ditetapkan pada tanggal 14 Juli 2022. Berikut adalah rincian konsep perubahan NPWP :

  1. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi WNI yang baru, dapat langsung menggunakan NIK yang tervalidasi di Dukcapil yang mana sudah 16 digit.
  2. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi WNA, Wajib Pajak Badan, dan Instansi Pemerintah yang baru, cukup dengan menambahkan 0 (nol) di depan NPWP yang sudah ada, namun jika ingin menerbitkan NPWP baru, maka diakhir NPWP akan ditambahkan 1 digit.

Khusus untuk WNI yang mana harus melakukan validasi NIK untuk menjadi NPWP, dapat melakukannya secara online melalui website resmi Direktorat Jendral Pajak (DJP Online).

Langkat-langkah yang dapat dilakukan yaitu:

  1. Login terlebih dahulu DJP Online dengan memasukan NPWP, kata sandi, dan kode keamanan.
  2. Pada menu utama,pilih Profil. Setelah menu Profil terbuka, akan ditemykan bahwa status validitas utama adalah ‘Perlu Dimutakhirkan’ atau ‘Perlu Dikonfirmasi.
  3. Kemudian pada menu Profil bagian Data Utama, akan ditemukan kolol NIK/NPWP16. Lalu masukan NIK yang berjumlah 16 digit pada kolom tersebut.
  4. Jika sudah, sistem akan mencoba melakukan validasi dengan data yang tercatat di Dukcapil. Jika valid maka akan ada notifikasi untuk konfirmasi.
  5. Terakhir, masuk ke Ubah Profil. Disini kita dapat melengkapi data KLU dan anggota keluarga. Jika sudah tervalidasi, kita sudah dapat menggunakan NIK untuk melakukan login ke DJP Online.

     

Setiap Peraturan yang baru tentu akan menimbulkan beberapa masalah sebelum akhirnya masyarakat bisa menyesuaikan dengan Peraturan yang baru, khususnya pada PMK 112 Tahun 2022 ini. Berikut adalah beberapa masalah yang mungkin terjadi akibatnya terbit peraturan baru ini, salah satunya akan menyembabkan data kepemilikan harta bertambah. Penambahan data kepemilikan harta bertambah. Penambahan data kepemilikan yang baru terungkap pada 2023 nanti seiring penerapan NIK sebagai NPWP, berdampak pada peserta Program Pengungkapan Sukarela *PPS (Program Pengungkapan Sukarela), non peserta PPS dan DJP. Bagi Peserta PPS maka dikenakan PPh Final sebesar 30% dari harta yang belum di laporkan. Bagi non peserta PPS, data kepemilikan harta yang belum dilaporkan dalam SPT atau Surat Pemberitahuan Harta (SPH), maupun merupakan penghasilan yang belum di laporkan. Adapun bagi DJP, adanya data kepemilikan harta yang belum dilaporkan dalam SPT adtau SPH, dapat dijadikan dasar penelitian atau pemeriksaan dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Apabila harta wajib pajak terbukti berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajakya dan DJP tidak melakukan dan/atau pemeriksaan pajak, maka terdapat potensial loss atas penerimaan PPh.

Untuk peserta PPS, tidak banyak hal lain yang bisa mereka lakukan karena mereka sudah mengungkapkan wajib pajak mereka secara sukarela, artinya mereka akan lebih terhindar dari masalah akibat perpajakan seperti terhindar dari penyelidikan atau bahkan tuntutan. Sedangkan untuk non-PPS, diharapkan untuk segera melunasi segala kewajiban mereka mengenai perpajakan, karena jika ditemukan dikemudian hari bahwa non peserta PPS ini melum memenuhi wajib pajak mereka, maka mereka bisa di kenakan sanksi, dilakukan penyelidikan, atau lebih parah lagi mereka tuntutan pidana terhadap wajib pajak. Kemudian untuk DJP sendiri, dengan perubahan peraturan ini tentu akan ada banyak data baru karena semua orang yang memiliki NIK dan KTP akan menjadi objek pajak baru, maka tidak menutup kemungkinan DJP memerlukan server tambahan untuk memenuhi kebutuhan penyimpanan data, dan karena lebih banyak data, tentu artinya butuh lebih banyak sumber daya untuk mengelola data tersebut. Dan karena makin banyaknya data di DJP, tidak menutup kemungkinan untuk terjadi kesalahan-kesalahan yang menyebabkan kerugian yang seharusnya tidak perlu, seperti DJP tidak melakukan pemeriksaan pajak terhadap adanya harta wajib pajak yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajaknya.

Kemudian ada juga masalah sederhana seperti banyaknya masyarakat awam yang masih bingung dengan perubahan peraturan ini, seperti “Apakah semua orang yang mempunya KTP harus membayar pajak?”. Pertanyaan ini tentu timbul karena Peraturan ini mengubah yang mana dulu yang membayar pajak adalah orang yang memiliki berpenghasilan dan mempunyai NPWP, namun sekarang NIK akan digunakan sebagai NPWP. Namun pertanyaan itu adalah tidak sepenhnya benar. Masih ada poin lain pada peraturan yang mengatur bahwa orang yang bepenghasilan lebih dari Rp. 4.500.000,00 per bulan atau Rp. 54.000.000,00 per tahun lah yang harus membayarkan pajaknya. Pertanyaan dari masyarakat awam seperti inilah yang mendakan masyarakat masih kekurangan edukasi mengenai peraturan perpajakan yang ada di Indonesia. Untuk karena itu lebih diharapkan lagi bagi pihak pemerintah (khususnya DJP) untuk lebih lagi menyuarakan dan mengedukasi masyarakat mengenai peraturan perpajakan. Salah satu fitur games pada website DJP adalah salah satu fitur yang sangat menarik, namun sayangnya belum banyak masyarakat yang tahu. Diharapkan lagi untuk terus memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat luas untuk menghindari salahnya persepsi seperti ini di kemudian hari.

Prev  Next