Pengusaha Curhat ke Staf Ahli Purbaya: Setahun Terima hingga 3 SP2DK dari Kantor Pajak 

Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Siddhi Widyaprathama menyampaikan curahan hati (curhat) kepada Staf Ahli Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi masalah SP2DK.
SP2DK

Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Siddhi Widyaprathama menyampaikan curahan hati (curhat) kepada Staf Ahli Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi. Siddhi mengeluhkan adanya pengawasan intensif oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) kepada pengusaha yang notabene sudah patuh. Ia menyebut, pengusaha ada yang menerima hingga tiga Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) dalam setahun.

“Maaf ya, Pak [Iwan], intensifikasinya cukup intens. SP2DK itu datang bertubi-tubi. Dalam satu tahun, dalam dua – tiga bulan, itu bisa datang dua atau tiga untuk Wajib Pajak yang sama, gitu. Surat panggilan itu bisa muncul berurutan,” ungkap Siddhi dalam diskusi yang digelar Perkumpulan Praktisi dan Profesi Konsultan Pajak Indonesia (P3KPI), di Jakarta Utara.

Sebagaimana diketahui, Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-05/PJ/2022 tentang Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak, mendefinisikan SP2DK sebagai surat yang diterbitkan oleh KPP untuk meminta penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak. Hal itu dilakukan apabila KPP menemukan dugaan Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, Siddhi menilai bahwa saat ini KPP tengah gencar melakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak patuh. Ia khawatir, pengusaha beranggapan bahwa patuh pajak justru berubah simalakama.

“Untuk Wajib Pajak yang sudah cukup patuh, ujug-ujug  dari SP2DK langsung pemeriksaan. Tentu, kami menghargai bahwa pemeriksaan pajak adalah hak dari otoritas. Mohon maaf nih, pak. Jadi, becandaan pengusaha, ’buat apa sih kalau terlalu patuh? Kalau nanti diperiksa pasti harus ada yang salah dan ujungnya harus setor pajak’. Nah, ini sebetulnya ironis. Kami mendambakan fairness,” ujarnya.

Siddhi pun menaruh harapan besar terhadap penyempurnaan Compliance Risk Management (CRM) di Coretax yang didesain mampu memetakan risiko setiap Wajib Pajak. Ia berharap, CRM pada Coretax dapat meningkatkan pelayanan dan edukasi diberikan kepada Wajib Pajak patuh, sedangkan penegakan hukum dilakukan untuk para pengemplang pajak.

“Karena seharusnya kepatuhan itu dihargai. Jangan sampai malah katakanlah dicurigai. Tapi kalau pendekatan yang terlalu menekan, ya, justru hasilnya ini akan dikhawatirkan kontraproduktif. Wajib Pajak sudah beritikad baik kehilangan semangat karena masalah SP2DK, sementara yang benar-benar menghindar itu agak sulit dijangkau,” tandas Siddhi.

Secara simultan, ia mendorong agar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menampilkan statistik penanganan jalur keberatan seperti yang dilakukan oleh Pengadilan Pajak. Pasalnya, transparansi hasil keberatan dapat menjadi pertimbangan Wajib Pajak sebelum mengajukan keberatan sebagai jalur penyelesaian sengketa hasil pemeriksaan.

“Berapa sih keberatan [yang diterima dan ditolak oleh DJP]. Kalau di Pengadilan Pajak, dibuka datanya, berapa yang dikabulkan oleh majelis, berapa yang tidak. Ini tujuannya untuk Wajib Pajak dan pemeriksa juga. Apalagi petugas pemeriksa DJP terbatas, sekitar 40 ribu pegawai harus mengawasi tata kelola 70 juta sampai 80 juta [perusahaan]. Itu rasionya mungkin belum ideal, begitu. Bagi pengusaha juga bisa mencermati apa saja penanganan keberatan,” ujar Siddhi.

Di sisi lain, ia juga mengajak pengusaha maupun konsultan pajak untuk lebih jujur, kooperatif, dan menjaga profesionalisme dalam mematuhi peraturan perpajakan.

Baca juga : Mulai 2026 Lapor SPT Tahunan via Coretax! Segera Aktivasi Akun Coretax Anda dengan Cara Ini