Penerapan metode tarif efektif rata-rata (TER) dalam perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) karyawan telah memunculkan dampak yang signifikan pada gaji bulanan para pegawai kantoran.

Penerapan metode tarif efektif rata-rata (TER) dalam perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) karyawan telah memunculkan dampak yang signifikan pada gaji bulanan para pegawai kantoran. Meskipun terjadi perubahan hitung-hitungan pada bulan-bulan sebelum masa pajak terakhir, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono, menegaskan bahwa perbedaan ini akan lenyap pada perhitungan PPh terakhir, yaitu di bulan Desember.
Menurut Prianto, meskipun terdapat perbedaan secara bulanan antara TER dan tarif normal, penghitungan PPh 21 tetap sama jika dilihat dalam rentang satu tahun. Penggunaan metode TER disebutkan hanya dilakukan untuk mempermudah perhitungan bulanan sebelum Desember atau masa pajak terakhir. Prianto menekankan bahwa perbedaan beban PPh 21 akan terasa terutama pada pegawai yang menanggung pajaknya sendiri, sedangkan untuk pegawai yang pajaknya ditanggung oleh perusahaan, tidak akan mengalami perubahan signifikan akibat penerapan penghitungan TER ini.
“Di perhitungan bulanannya tetap ada beda. Tapi pada akhir Desember perhitungannya akan kembali normal,” ungkap Prianto. Ia menambahkan bahwa saat ini beberapa perusahaan masih melakukan simulasi perhitungan untuk menilai perbedaan yang diakibatkan oleh penerapan metode TER ini. Perbedaan mencolok terutama terlihat pada perluasan obyek PPh 21 yang mencakup imbalan natura atau kenikmatan.
“Penghasilan bersih yang diterima akan berkurang jika beban PPh 21 terdapat pada pegawai dan objek potongan PPh mencakup imbalan tunai dan nontunai (natura & kenikmatan),” tambahnya.
Sebelumnya, metode penghitungan PPh 21 mengalami perubahan seiring dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023. Pemerintah menetapkan penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan metode tarif efektif rata-rata atau TER, terbagi menjadi tarif efektif bulanan untuk setiap masa pajak selain masa pajak terakhir dalam satu tahun, serta tarif efektif harian.
Dengan metode baru ini, rumus penghitungan PPh Pasal 21 bulanan dari Januari hingga November hanya melibatkan penghasilan bruto sebulan dikalikan dengan tarif efektif bulanan. Barulah pada bulan Desember atau masa pajak terakhir, rumusnya kembali normal seperti sebelumnya. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyatakan bahwa implementasi penghitungan menggunakan TER ini akan memberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam cara perhitungan pajak.
Meski demikian, sejumlah pegawai yang diwawancarai oleh CNBC Indonesia mengaku merasakan penurunan gaji pada bulan Januari karena adanya penerapan penghitungan baru PPh 21. Seorang pegawai swasta bernama Adi menyatakan bahwa gajinya turun sekitar Rp 250 ribu dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Hal serupa juga dialami oleh pegawai swasta lainnya, Dinda, yang mengungkapkan bahwa potongan gaji untuk pembayaran pajak pada bulan Januari lebih tinggi daripada biasanya.
“Kalau kena hitung-hitungan tarif PPh baru, seharusnya potongan di bulan 1-11 lebih kecil, baru menjadi besar di bulan 12, bukan?” kata Dinda. Dengan adanya perubahan ini, perasaan ketidakpastian dan kekhawatiran terkait dampak pada gaji bulanan para karyawan masih menjadi perbincangan di kalangan pekerja. Meskipun demikian, pemerintah dan Direktorat Jenderal Pajak menegaskan bahwa tidak ada penambahan beban pajak baru sehubungan dengan penerapan tarif efektif, sementara tarif tetap menggunakan ketentuan yang berlaku saat ini.
Baca Juga : Kenaikan Tarif Pajak Hiburan: Bali Semakin Terpinggirkan Dibandingkan dengan Thailand