Hati-Hati ! Warga Bali dan Sumut Diramal Berpotensi Terpukul PPN 12%

PPN 12% diramal akan berdampak langsung pada provinsi pariwisata seperti Bali & Sumut.

bali

INDEF mencatat bahwa peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% diidentifikasi sebagai memiliki implikasi signifikan bagi sektor pariwisata Indonesia. Terutama, daerah-daerah yang sangat tergantung pada pendapatan dari industri pariwisata termasuk Bali dan Sumut dapat mengalami dampak yang paling mencolok dari langkah kebijakan tersebut.

Menurut Abdul Manap Pulungan, seorang peneliti dari Center of Macroeconomics and Finance INDEF, provinsi-provinsi yang bergantung pada industri pariwisata seperti Bali dan Sumatera Utara akan langsung merasakan dampak dari kebijakan PPN ini, demikian diungkapkan dalam forum diskusi publik tentang implikasi PPN 12% pada hari Rabu tanggal 20 Maret 2024

Abdul Manap menyatakan bahwa peningkatan PPN menjadi 12% pasti akan mengakibatkan kenaikan harga barang. Menurutnya, dampak kenaikan harga ini akan dirasakan secara signifikan oleh kelompok kelas menengah di Indonesia, terutama karena mayoritas dari mereka tergolong dalam kelas menengah bawah.

“Dengan tingginya jumlah orang dari kelas menengah ke bawah, ada risiko besar bahwa mereka akan terdepak dari kategori kelas menengah,” ucapnya.

Menurut Manap, ketika pendapatan mengalami tekanan, kelas menengah cenderung akan mengurangi pengeluarannya. Salah satu aspek yang biasanya dikurangi adalah aktivitas rekreasi atau liburan. Ketika hal ini terjadi, dampaknya akan dirasakan oleh sektor pariwisata dalam bentuk penurunan aktivitas ekonomin seperti Bali dan Sumut.

“Apabila situasi tersebut terjadi, maka sektor pariwisata dan perjalanan akan mengalami penurunan, yang akan berdampak besar terhadap penyedia layanan hotel dan mitra bisnisnya,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Airlangga Hartarto telah mengonfirmasi bahwa peningkatan tarif PPN menjadi 12% pada tahun 2025 telah dipastikan. Implementasi tarif baru ini merupakan bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan yang telah disetujui sejak tahun 2021.

Undang-Undang tersebut memerintahkan peningkatan tarif PPN menjadi 11% pada bulan April 2022, yang telah dilaksanakan. Selain itu, Undang-Undang juga menetapkan bahwa tarif PPN harus ditingkatkan kembali menjadi 12% paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.

Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), menganggap bahwa kebijakan ini akan meningkatkan tekanan terhadap daya beli kelas menengah Indonesia. Menurutnya, saat ini kelas menengah sedang menghadapi tantangan berupa kenaikan harga pangan, terutama beras, suku bunga yang tinggi, dan kesulitan dalam mencari pekerjaan.

Bhima menyatakan bahwa peningkatan tarif PPN ini sangat signifikan, bahkan melebihi dari akumulasi inflasi. Kelas menengah telah merasakan dampak dari kenaikan harga pangan, terutama beras, suku bunga yang tinggi, serta kesulitan dalam mencari pekerjaan. Dan kedepannya, mereka juga akan dihadapkan dengan penyesuaian tarif PPN menjadi 12%.

Dia mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kenaikan PPN akan mengakibatkan penurunan kemampuan belanja masyarakat. Dia menyatakan bahwa penjualan produk sekunder, seperti elektronik, kendaraan bermotor, kosmetik, dan skincare, berpotensi mengalami perlambatan.

“Bhima menyebut bahwa target dari kenaikan PPN ini adalah kelas menengah, dan diperkirakan sekitar 35% dari total konsumsi rumah tangga nasional bergantung pada konsumsi dari kelas menengah,” ujarnya.

Baca Juga : Daftar Barang & Jasa yang Tidak Dikenai PPN 12%