Penerimaan pajak di Provinsi Bali mencapai Rp5,5 triliun hingga April 2024 dan target Kepala Kantor Wilayah DJP Bali tahun ini mencapai Rp14,46 triliun
Hingga April 2024, penerimaan pajak di Provinsi Bali telah mencapai Rp5,5 triliun, menunjukkan pertumbuhan sebesar 37,72% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu
Kepala Kantor Wilayah DJP Bali, Nurbaeti Munawaroh, menyatakan bahwa target penerimaan pajak di Bali pada tahun 2024 adalah Rp14,46 triliun.
“Dalam keterangan resminya pada Rabu (29/5/2024), ia menyampaikan bahwa penerimaan hingga April 2024 didukung oleh lima sektor utama. Sektor Aktivitas Keuangan dan Asuransi menyumbang Rp987,55 miliar atau 18,61%, sementara sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi, dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor berkontribusi sebesar Rp951,76 miliar atau 17,94%.”
Selanjutnya, sektor Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum (Akmamin) menyumbang Rp836,26 miliar atau 15,76%, diikuti oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial yang menyumbang Rp371,77 miliar atau 7,01%, serta sektor Industri Pengolahan dengan kontribusi Rp353,34 miliar atau 6,66%.
Penerimaan pajak di Bali didukung oleh beberapa sektor utama seperti Akmamin, perdagangan, administrasi pemerintahan, dan industri pengolahan.
Sampai April 2024, kepatuhan dalam penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) tercatat sebanyak 262.551 SPT dari Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) Karyawan, 36.468 SPT dari Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan, dan 32.398 SPT dari Wajib Pajak Badan.
Nurbaeti mengingatkan seluruh wajib pajak untuk tetap melaporkan SPT Tahunan mereka meskipun batas waktu pelaporan untuk WP OP dan WP Badan telah lewat, guna menghindari sanksi yang lebih berat.
Menurutnya, tarif pemotongan PPh Pasal 21 dalam bentuk tarif efektif (TER) bukan merupakan jenis pajak baru, sehingga tidak menambah beban pajak baru.
TER ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023, bertujuan untuk mempermudah WP pemotong pajak (pemberi kerja) dalam menghitung pemotongan PPh Pasal 21 bulanan, sehingga dapat mengurangi kemungkinan kesalahan perhitungan.
“Penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 dalam ketentuan sebelumnya sangat kompleks dan memiliki berbagai skema yang bervariasi, sehingga menyulitkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban PPh Pasal 21. Oleh karena itu, TER diterbitkan untuk menyederhanakan proses penghitungan tersebut,” ujar Nurbaeti.
Baca Juga : Penurunan Setoran Pajak di April 2024, Kinerja PPh dan PBB Bikin Sedih!