Menjelang akhir masa jabatan, Presiden Jokowi melalui Stranas PK sedang membangun sistem digital untuk mengawasi pajak produksi perkebunan kelapa sawit.
Jelang akhir masa jabatannya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) tengah membangun sistem digital untuk mengawasi pemajakan atas produksi hasil perkebunan kelapa sawit. Sistem digital ini disebut akan segera diluncurkan dalam waktu dekat.
Rencana Jokowi ini diungkapkan langsung oleh Koordinator Pelaksana Stranas PK, Pahala Nainggolan, beberapa waktu lalu.
“Baru akan di-launching oleh Menko Marves, bagaimana pemajakan atas produsen CPO (crude palm oil) bisa didigitalisasi,” kata Pahala, dikutip Minggu, (13/10/2024).
Menurutnya, pemerintah mendesain sistem ini untuk bisa lebih ketat dalam mengawasi pajak atas produk hasil sawit. Dia mengatakan selama ini pemajakan atas produk sawit hanya dilakukan berdasarkan luas izin lahan perkebunan yang dimiliki perusahaan.
Dia mengakui sistem pengawasan saat ini rentan terhadap ‘kebocoran’ karena perusahaan bisa saja menampung produk sawit ilegal yang bukan berasal dari perkebunannya. Maka itu, kata dia, sistem baru yang tengah dibangun pemerintah saat ini akan berbasis pada jenis-jenis produk CPO yang diproduksi maupun yang diekspor.
“Sehingga pajak dikenakan atas CPO yang diekspor, dibikin minyak goreng dan dibikin olein dan sebagainya,” kata Pahala.
Adapun, peluncuran sistem digital pengawasan pajak produk kelapa sawit ini akan menyempurnakan sistem digital yang sudah ada. Menurut Pahala, selama ini CPO yang diekspor sudah terlacak di sistem Inaportnet. Sementara itu, CPO buat bahan biodiesel terlacak dalam sistem subsidi di BPDPK dan CPO yang dibuat menjadi minyak goreng terlacak dalam Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (Simirah).
“Jadi intinya perusahaan sawit yang mengolah bisa ditelusuri ke mana saja CPO-nya, ini sistem digital,” tegas Pahala.
Pahala mengatakan sistem ini akan segera diluncurkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Dia mengatakan meski sistem ini digagas Stranas PK, namun Kemenko Marves yang mengkoordinasi 6 kementerian/lembaga untuk membangun sistem ini. Dia mengatakan sistem ini kemungkinan akan diluncurkan sebelum 20 Oktober 2024.
“Stranas PK sebagai penggagas teknis, Menko Marves yang mengkoordinasi 6 kementerian/lembaga,” kata dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra sekaligus adik Presiden Terpilih Prabowo Subianto, membeberkan data mengenai potensi penerimaan negara berupa pajak yang hilang sebesar Rp 300 triliun. Dia mengatakan hilangnya potensi penerimaan negara ini terjadi karena ulah 300 pengusaha.
Hashim menyebut Prabowo telah memegang daftar 300 pengusaha yang belum membayar kewajiban pembayaran pajaknya. Prabowo, kata dia, akan mengejar potensi penerimaan negara ini setelah dilantik menjadi Presiden.
Juru bicara Menko Marves Jodi Mahardi menyebut data yang diungkapkan Hashim berasal dari audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dia mengatakan angka tersebut merupakan potensi penerimaan negara yang tak tergali dari sektor tata kelola perkebunan kelapa sawit.
Menurut dia, potensi penerimaan negara itu terdiri dari denda administrasi pelanggaran pemenuhan kewajiban plasma, sawit dalam kawasan hutan, intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.
“Itu adalah potensi penerimaan negara yang bisa didapatkan dari perbaikan tata kelola sektor kelapa sawit,” kata dia.
Jodi mengatakan pemerintah tengah berupaya memperbaiki tata kelola di sektor ini. Menurut dia, perbaikan tata kelola ini bisa meningkatkan penerimaan negara dan memastikan kepatuhan hukum.
CNBC Indonesia telah mengkonfirmasi soal rencana peluncuran sistem yang disebutkan Pahala ke Jodi melalui pesan tertulis. Namun, Jordi belum memberikan respons atas rencana peluncuran sistem pengawasan pajak kelapa sawit itu.
Baca juga : Prabowo Bakal Pangkas Pajak Perusahaan Jadi 20%, Ini Alasannya!