DJP: 6,7 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT Tahunan per 6 Maret 2025

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan jumlah pelapor surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak 2024 telah mencapai 6,7 juta wajib pajak atau 33,88%
djp

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan jumlah pelapor surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak 2024 telah mencapai 6,7 juta wajib pajak atau 33,88%. Data ini merupakan catatan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sampai dengan 6 Maret 2025.

Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, mengungkapkan jumlah pelaporan SPT Tahunan 2024 untuk orang pribadi, yang dilaporkan sampai batas waktu akhir Maret 2025 telah mencapai 6,5 juta orang. Sementara itu, untuk wajib pajak badan yang batas waktu pelaporannya sampai April 2025 telah mencapai 201 ribu.

“Dari angka tersebut sebanyak 6,55 juta SPT disampaikan secara elektronik dan 156 ribu SPT disampaikan secara manual,” papar Dwi kepada CNBC Indonesia, Jumat (7/3/2025).

DJP mengungkapkan pengisian SPT Pajak Penghasilan (PPh) untuk tahun 2024 yang akan disampaikan di awal 2025 masih akan menggunakan sistem lama melalui DJP Online. Dengan demikian, wajib pajak harus mengakses layanan DJP Online pada website https://djponline.pajak.go.id/. Wajib pajak bisa menggunakan fitur e-Form maupun e-Filling.

Khusus untuk pelaporan SPT melalui layanan e-filling, wajib pajak dapat mengisi dan mengirim SPT tahunan dengan mudah dan efisien. Khusus, WP orang pribadi berstatus pegawai, ada dua jenis formulir yang harus dipilih berdasarkan besaran penghasilannya selama setahun, yakni formulir 1770 dan formulir 1770 S. WP dapat mengisi formulir tersebut melalui laman DJP Online.

Adapun perbedaan masing-masing formulir yakni formulir 1770 diperuntukkan untuk WP yang berpenghasilan di bawah Rp 60 juta, sedangkan untuk yang berpenghasilan di atas Rp 60 juta per tahun menggunakan formulir 1770 S.

Sementara itu, DJP menerbitkan kebijakan untuk menghapus sanksi administrasi atas keterlambatan pembayaran dan atau pelaporan pajak sehubungan dengan implementasi Coretax yang masih bermasalah.

Penghapusan dilakukan dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atas keterlambatan. Peraturan penghapusan sanksi administrasi itu tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 67/PJ/2025. Kep Dirjen 67/2025 itu telah ditetapkan Dirjen Pajak Suryo Utomo pada 27 Februari 2025.

“Penghapusan sanksi administratif dilakukan dengan cara tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Dalam hal STP telah diterbitkan sebelum Keputusan ini berlaku maka akan dilakukan penghapusan sanksi administratif secara jabatan,” kata DJP dalam keterangan tertulis, minggu lalu.

Adapun pokok penetapan dalam Keputusan Dirjen Pajak itu, disebutkan salah satunya wajib pajak diberikan penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran dan/atau penyetoran pajak serta pelaporan atau penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT).

Kemudian, penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pembayaran dan/atau penyetoran pajak yang diberikan di antaranya untuk Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) selain yang terutang atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, dan PPh Pasal 26 yang terutang untuk Masa Pajak Januari 2025 yang dibayar setelah tanggal jatuh tempo sampai dengan 28 Februari 2025.

Kebijakan penghapusan berlaku juga untuk PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan untuk Masa Pajak Desember 2024 yang disetor setelah jatuh tempo sampai dengan 31 Januari 2025 dan Masa Pajak Februari 2025 yang disetor setelah jatuh tempo sampai dengan 28 Februari 2025.

Demikian juga untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang untuk Masa Pajak Januari 2025 yang disetor setelah jatuh tempo sampai dengan 10 Maret 2025.

Selain itu, penghapusan juga dikenakan untuk Bea Meterai yang dipungut Pemungut Bea Meterai untuk Masa Pajak Desember 2024 yang disetor setelah jatuh tempo sampai dengan 31 Januari 2025 dan Masa Pajak Januari 2025 yang disetor setelah jatuh tempo sampai dengan 28 Februari 2025.

Sementara itu, untuk penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan pelaporan atau penyampaian SPT di antaranya untuk penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan SPT Masa Unifikasi untuk Masa Pajak Januari 2025 yang disampaikan setelah jatuh tempo sampai dengan 28 Februari 2025, Masa Pajak Februari 2025 yang disampaikan setelah jatuh tempo sampai dengan 31 Maret 2025, dan Masa Pajak Maret 2025 yang disampaikan setelah jatuh tempo sampai dengan 30 April 2025.

Kemudian, pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan untuk Masa Pajak Desember 2024 yang dilaporkan setelah jatuh tempo sampai dengan 31 Januari 2025, Masa Pajak Januari 2025 yang dilaporkan setelah jatuh tempo sampai dengan 28 Februari 2025, Masa Pajak Februari 2025 yang dilaporkan setelah jatuh tempo sampai dengan 31 Maret 2025, dan Masa Pajak Maret 2025 yang dilaporkan setelah jatuh tempo sampai dengan 30 April 2025.

Baca juga : Cara Lapor SPT Pajak Suami & Istri Digabung atau Dipisah