DJP Yakin “E-Commerce” Hanya Butuh Waktu 1 – 2 Bulan untuk Persiapan Pungut Pajak Pedagang

Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) meminta waktu satu tahun untuk mengimplementasikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37 Tahun 2025 (PMK 37/2025) mengenai penunjukan e-commerce atau marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari pedagang.
E-Commerce

Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) meminta waktu satu tahun untuk mengimplementasikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37 Tahun 2025 (PMK 37/2025) mengenai penunjukan e-commerce atau marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari pedagang. Merespons permintaan itu, Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama justru meyakini kesiapan e-commerce dalam negeri tidak membutuhkan waktu selama itu.

“Enggak, enggak, enggak satu tahun. Coba perhatikan, dulu bahkan [penunjukan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik/PMSE] yang luar negeri tahun 2020 butuh waktu satu hingga dua bulan. Entah Google, Netflix, dan lain-lain itu cuma butuh waktu satu hingga dua bulan sudah bulan. Saya yakin, di dalam negeri tidak sepanjang itu [membutuhkan waktu satu tahun], kayanya enggak mungkin sampai satu tahun,” ungkap Hestu usai Media Briefing DJP, di Kantor Pusat DJP Jakarta.

Ia memastikan bahwa DJP terus menjalin komunikasi intensif dengan idEA untuk mempersiapkan kebutuhan implementasi PMK 37/2025.

“Jadi, kita tunggu saja KEP [Keputusan Direktur Jenderal] penunjukan marketplace-nya nanti,” tandas Hestu.

Pada kesempatan sebelumnya, Hestu juga menyebut bahwa PMK 37/2025 akan diimplementasikan satu hingga dua bulan sejak diterbitkan pada 14 Juli 2025. Di samping itu, DJP juga tengah menyiapkan aplikasi khusus untuk memfasilitasi e-commerce menyetorkan pajak yang dipungut dari pedagang ke negara.

“Kami sudah berkomunikasi dengan marketplace, kami sosialisasikan dan mereka juga butuh penyesuaian di sistemnya. Ketika mereka sudah siap untuk implementasi, mungkin dalam sebulan sampai dua bulan ke depan baru kami tetapkan mereka sebagai pemungut PMS,” ungkap Hestu dalam Media Briefing di Kantor Pusat DJP, Jakarta, (14/7/25).

Pada tahap awal, lanjut Hestu, DJP akan menunjuk e-commerce berskala besar untuk mulai memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari pedagang. Penerapan ini sejatinya senada dengan pola penunjukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada PMSE mulai tahun 2020.

Baca juga : Didukung Dua Mesin Canggih Ini, Bos Pajak Siap Gali Data Warga RI