Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan akan terus mengejar 200 penunggak pajak di tahun 2025.

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan akan terus mengejar 200 penunggak pajak di tahun 2025. Di sisi lain, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Bimo Wijayanto memberi kesempatan kepada penunggak pajak untuk melakukan restrukturisasi utang. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rosmauli (Ros) pun menjelaskan mekanismenya.
Ros menjelaskan bahwa restrukturisasi dilakukan untuk menata ulang organisasi dalam rangka memperbaiki kinerja, efisiensi dan kondisi keuangan. Dalam konteks piutang, restrukturisasi adalah memberikan keringanan pembayaran cicilan kepada Wajib Pajak yang sedang dalam kesulitan ekonomi.
“Restrukturisasi utang bertujuan untuk membantu Wajib Pajak yang sedang mengalami kesulitan finansial agar tetap mampu membayar utang pajaknya dengan lebih ringan. Mekanismenya meliputi pemberian keringanan, seperti perpanjangan bayar melalui cicilan atau angsuran, penghapusan atau pengurangan sanksi, dan penundaan pembayaran,” jelasnya dalam pesan singkat.
Dengan demikian, Ros menegaskan bahwa restrukturisasi yang diberikan DJP kepada penunggak pajak bukan merupakan penghapusan utang, melainkan penyesuaian skema pembayaran utang pajak agar lebih sesuai dengan kemampuan.
Dasar Hukum Restrukturisasi Utang Pajak
Ros menyampaikan, dasar hukum restrukturisasi utang pajak terdapat dalam Pasal 113 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 (PMK 81/2024). Melalui payung hukum itu, permohonan restrukturisasi utang pajak diproses paling lama lima hari kerja.
Kemudian, Pasal 19 ayat (2) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menetapkan bahwa Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak, namun tetap dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh menkeu. Tarif tersebut ditetapkan berdasarkan jumlah pajak yang masih harus dibayar dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Adapun rencana pemberian kesempatan restrukturisasi kepada para penunggak pajak disampaikan Bimo kepada awak media usai penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara DJP dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), di Kantor Pusat DJP, Jakarta, pada (9/10/25).
“Kami tentu berikan kesempatan untuk bisa mengutarakan rencana restrukturisasi pajaknya, tapi juga dengan jaminan. Jadi, bisa kita sita asetnya, kemudian kita blokir rekeningnya,” ungkap Bimo.
Di sisi lain, DJP telah bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menganalisis aset hingga mengakselerasi proses pemblokiran rekening bagi penunggak pajak yang tidak kooperatif.
Baca juga : Orang Meninggal Masih Wajib Lapor SPT Pajak? Ini Penjelasannya


