Anak buah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang merupakan Analis Kebijakan Fiskal Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kementerian Keuangan Melani Dewi Astuti buka-bukaan rancangan insentif pajak baru pengganti tax holiday tersebut.

Indonesia resmi mengadopsi pajak minimum global atau global minimum tax (GMT) sebesar 15 persen melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2024 (PMK 136/2024). Adopsi ini membuat tax holiday tidak lagi relevan diberikan untuk investor. Anak buah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang merupakan Analis Kebijakan Fiskal Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kementerian Keuangan Melani Dewi Astuti buka-bukaan rancangan insentif pajak baru pengganti tax holiday tersebut.
Sebagaimana diketahui, tax holiday merupakan insentif Pajak Penghasilan (PPh) hingga 0 persen yang selama ini diberikan kepada investor atau perusahaan. Apabila tax holiday masih diberikan, pajak di negara induk perusahaan tersebut tetap akan dikenakan GMT sebesar 15 persen. Adapun GMT dikenakan untuk grup perusahaan internasional dengan omzet konsolidasi global minimal 750 juta euro.
“Kita pertimbangkan QRTC [qualified refundable tax credit]. Cuma belum final, masih menunggu hasil dari OECD. Pertimbangan kami, Indonesia cocok untuk QRTC dibanding misalnya dengan cash grant. Kalau cash grant itu government spending. Maksudnya, kita memberikan subsidi untuk multinasional besar. Nanti [berpotensi] ada sentimen negatif,” ungkap Melani di sela-sela acara ‘The 13 th IFA Indonesia Annual International Tax Seminar’ yang digelar International Fiscal Association (IFA) Indonesia di Mangkuluhur Artotel Suites, Jakarta.
Secara umum, QRTC adalah kredit pajak yang dapat dikembalikan dengan mekanisme pengembaliannya dilakukan dalam bentuk kas atau setara kas dalam jangka waktu 4 tahun sejak entitas memenuhi syarat untuk menerima kredit berdasarkan ketentuan di negara atau yurisdiksi yang memberikan kredit tersebut. Sementara cash grant merupakan pemberikan dana langsung kepada perusahaan untuk berbagai keperluan bisnis, tanpa melalui mekanisme pengurangan pajak.
“Berdasarkan aturan Global Anti-Base Erosion (GloBE) OECD, QRTC diperlakukan sebagai pendapatan, hibah, atau subsidi pemerintah, bukan sebagai pengurangan pajak yang ditanggung,” ungkap Melani.
Anak buah Purbaya menyebutkan bahwa negara Association of Southeast Asian Nations, (ASEAN) yang telah mengadopsi GMT, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand juga berencana memberikan QRTC sebagai insentif pajak baru pengganti tax holiday.
“Jadi, kita lebih prefer QRTC, karena ini kredit pajak, tidak harus mengembalikan secara tunai, tapi digunakan untuk melunasi kewajiban pajak,” jelas Melani.
Menurut anak buah Purbaya, penyusunan payung hukum QRTC ini tengah dalam babak akhir. Meski demikian, desain insentif pajak pengganti tax holiday akan disusun secara komprehensif setelah GloBe OECD merilis daftar stimulus yang kompatibel dengan penerapan GMT.
Baca juga : Staf Ahli Purbaya Kenalkan TCF, Sistem Pendukung Coretax untuk Minimalkan Sengketa Pajak


