DPR Protes Kantor Pajak Gencarkan SP2DK di Akhir Tahun, Ini Respons DJP

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Wahyu Sanjaya memprotes Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang menurutnya tengah menggencarkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) di akhir tahun 2025 untuk mengejar penerimaan.
SP2DK

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Wahyu Sanjaya memprotes Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang menurutnya tengah menggencarkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) di akhir tahun 2025 untuk mengejar penerimaan. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Rosmauli (Ros) merespons protes tersebut.

“Penerbitan SP2DK merupakan salah satu upaya pengawasan kepatuhan yang DJP lakukan dan tidak tergantung pada kondisi penerimaan pajak,” ungkap Ros melalui pesan singkat.

Sebagaimana diketahui, Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-05/PJ/2022 tentang Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak (SE 05/2022) mendefinisikan SP2DK sebagai surat yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk meminta penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada Wajib Pajak. Hal itu dilakukan apabila KPP menemukan dugaan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sehingga Wajib Pajak masih diberikan kesempatan untuk membetulkan kepatuhannya.

Ros juga memastikan bahwa setiap penerbitan SP2DK didukung oleh analisis berbasis data dan sistem. Penerbitan SP2DK juga memerlukan pertimbangan dari petugas KPP guna memastikan bahwa setiap penerbitannya telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Dalam melakukan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak, DJP melakukan analisis berbasis data dan sistem. Dalam hal sistem menduga terdapat kewajiban pajak yang belum dipenuhi, maka berdasarkan pertimbangan petugas dapat diterbitkan SP2DK yang bertujuan agar Wajib Pajak dapat memberikan penjelasan atas data tersebut,” jelasnya.

Untuk itu, Wajib Pajak tidak perlu khawatir apabila menerima  Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan. Ros menekankan bahwa ‘surat cinta’ adalah sarana klarifikasi Wajib Pajak, bukan tagihan pajak.

Ia juga mengungkapkan bahwa DJP tidak menetapkan target jumlah SP2DK yang diterbitkan pada setiap KPP. Namun demikian, SP2DK digunakan dalam kegiatan Pengawasan Kepatuhan Material (PKM) yang ditetapkan target penerimaan pajaknya.

Pada kesempatan yang berbeda, Advisor TaxPrime Muhamad Noprianto menganalisis bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2025 (PER 18/2025) mengenai Tindak Lanjut atas Data Konkret menjadi indikator meningkatnya risiko penerbitan SP2DK serta pemeriksaan pajak. Oleh karena itu, ia menganjurkan agar perusahaan menyiapkan strategi mitigasi yang tepat sebelum potensi risiko perpajakan tersebut terjadi.

“Perusahaan maupun Wajib Pajak orang pribadi sebenarnya tidak perlu khawatir apabila telah melakukan langkah preventif yang paling mendasar, yaitu memastikan akuntabilitas dan mematuhi ketentuan perpajakan,” jelas Noprianto dalam wawancara khusus bersama di Ruang Rapat Kantor TaxPrime, Graha TTH, Jakarta, pada akhir November tahun 2025.

Baca juga : Anak Buah Purbaya Buka-bukaan Rancangan Insentif Pajak Baru Pengganti “Tax Holiday”