Aturan Resmi DJP Soal PPN 12%: Jenis Barang, Faktur & Hitungannya

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo resmi merilis peraturan teknis pengenaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% dan PPN tarif efektif 11% untuk barang-barang non mewah sejak 1 Januari 2025.
ppn

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo resmi merilis peraturan teknis pengenaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% dan PPN tarif efektif 11% untuk barang-barang non mewah sejak 1 Januari 2025. Aturan itu ia tetapkan dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-1/PJ/2025.

Perdirjen tersebut telah Suryo tanda tangani sejak 3 Januari 2025. Perdirjen Pajak itu menjadi peraturan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang telah lebih dulu mengatur soal PPN 12% khusus barang mewah yang tergolong ke dalam objek pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Secara umum, tarif PPN sebetulnya masih sebesar 12% per 1 Januari 2025 sebagaimana amanat Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), namun khusus untuk barang-barang nonmewah memanfaatkan metode perhitungan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain sebesar 11/12, sehingga hasil akhir pungutannya akan berupa tarif efektif PPN 11% seperti yang telah berlaku sejak April 2022.

“Jadi satu sisi kita tetap jalankan amanah UU HPP, tidak mengubah adanya UU dan Perpu, tapi di sisi lain kita tetap jalankan kebijakan yang disampaikan Pak Presiden, terhadap barang-barang bukan barang mewah di dalamnya tidak mengalami kenaikan PPN yang harus dibayar konsumen,” kata Suryo saat media briefing di kantornya, sebagaimana dikutip Senin (6/1/2025).

Untuk barang mewah yang terkena PPN 12% terbagi menjadi dua golongan, yaitu kendaraan bermotor sebagaimana diatur dalam PMK-141/PMK.010/2021 s.t.d.d. PMK-42/PMK.010/2022 dan selain kendaraan bermotor yang diatur dalam PMK-96/PMK.03/2021 s.t.d.d. PMK-15/PMK.03/2023.

Kendaraan bermotor terdiri dari kendaraan bermotor angkutan orang sampai dengan 15 orang, kendaraan bermotor dengan kabin ganda, mobil golf (termasuk golf buggy) dan kendaraan semacam itu; mendaraan khusus di atas salju, di pantai, di gunung, atau kendaraan seienis; kendaraan bermotor beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) dengan mesin piston berkapasitas silinder >250 cc; tailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah; dan endaraan bermotor dengan kapasitas isi silinder >4.000 (empat ribu) cc.

Selain kendaraan bermotor yang tergolong barang mewah, yaitu hunian mewah dengan harga jual sebesar ≥Rp30 Miliar; balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak; peluru dan bagiannya, tidak termasuk peluru senapan angin; helikopter, pesawat udara dan kendaraan udara lainnya; senjata artileri, revolver, pistol, dan senjata api lainnya yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak; kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu, kapal feri dari semua jenis; dan yacht.

Untuk membedakan pungutan PPN antara barang mewah dan non mewah itu, Ditjen Pajak mengatur tentang pengisian faktur pajaknya dan perhitungan rumus pengenaan PPN nya. Faktur pajak itu sendiri ialah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

Faktur Pajak yang diterbitkan atas penyerahan selain barang mewah dengan mencantumkan nilai PPN terutang sebesar 11% dikali dengan harga jual (seharusnya 12% x 11/12 x harga jual); atau 12% dikali dengan harga jual (seharusnya 12% x 11/12 x harga jual), dianggap benar dan tidak dikenakan sanksi.

Sementara itu, khusus untuk barang mewah, dalam Pasal 6 Perdirjen Pajak Nomor PER-1/PJ/2025 disebutkan pengisian faktur pajaknya terbagi ke dalam dua periode karena adanya masa transisi selama sebulan. Pada 1-31 Januari 2025, faktur pajak khusus barang mewah pengisian PPN nya sama dengan faktur barang non mewah, sedangkan pada 1 Februari 2024 berlaku faktur perhitungan PPN 12% langsung dikali dengan harga jual.

“Mulai tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan tanggal 31 Januari 2025, PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% (dua belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga jual; dan mulai tanggal 1 Februari 2025, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% (dua belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa harga jual,” sebagaimana tertulis dalam Pasal 6 Perdirjen Pajak 1/2025 itu merujuk pada faktur pajak yang harus diisi pengusaha kena pajak penjual barang mewah.

Adapun contoh pengisian faktur pajak dan rumus pengenaan PPN barang mewah maupun non mewah dalam Perdirjen Pajak 1/2025 sebagai berikut:

1. Contoh Pembuatan Faktur Pajak dan Penerapan Kode Transaksi atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah.

Pada tanggal 2 Januari 2025, PT A yang merupakan Pengusaha Kena Pajak dealer melakukan penyerahan Barang Kena Pajak berupa mobil 1.500 cc dengan harga jual sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah), tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, kepada PT B.

Mengingat Barang Kena Pajak tersebut termasuk kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% (dua belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa harga jual.

Dengan demikian, atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT A wajib membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan keterangan sebagai berikut.

a. Kode transaksi 01.

b. Harga Jual sebesar Rp300.000.000,00.

c. Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp300.000.000,00.

d. Jumlah Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp36.000.000,00 (12% x Rp300.000.000,00).

Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut dilakukan oleh PT A:

a. dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 08;

b. mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atau ditanggung pemerintah, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 07;

c. kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai instansi pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 16A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 02;

d. kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai lainnya (selain instansi pemerintah), maka kode transaksi yang digunakan yaitu 03;

e. yang menggunakan tarif selain tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 10;

f. merupakan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sebagaimana diatur dalam Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 09;

g. yang dasar pengenaan pajaknya menggunakan nilai lain dengan Peraturan Menteri tersendiri, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 04; atau

h. yang Pajak Pertambahan Nilainya dipungut dengan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 05

2. Contoh Pembuatan Faktur Pajak dan Penerapan Kode Transaksi atas Penyerahan Barang Kena Pajak Selain yang Tergolong Mewah.

a. Pada tanggal 3 Januari 2025, PT C yang merupakan Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak berupa komputer dengan harga jual sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah), tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, kepada PT D. Mengingat Barang Kena Pajak tersebut tidak termasuk kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% (dua belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga jual. Dengan demikian, atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT C wajib membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan keterangan sebagai berikut.

1) Kode transaksi 04.

2) Harga Jual sebesar Rp12.000.000,00.

3) Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp11.000.000,00 (11/12 x Rp12.000.000,00).

4) Jumlah PPN sebesar Rp1.320.000,00 (12% x Rp11.000.000,00).

Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak selain yang tergolong mewah tersebut dilakukan oleh PT C:

1) dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 08;

2) mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atau ditanggung pemerintah, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 07;

3) kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai instansi pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 16A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 02;

4) kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai lainnya (selain instansi pemerintah), maka kode transaksi yang digunakan yaitu 03;

5) yang menggunakan tarif selain tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang PPN, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 10;

6) merupakan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sebagaimana diatur dalam Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 09;

7) yang dasar pengenaan pajaknya menggunakan nilai lain dengan Peraturan Menteri tersendiri, maka kode transaksi yang digunakan yaitu tetap 04 dengan penghitungan Pajak Pertambahan Nilai menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain yang diatur dalam Peraturan Menteri dimaksud; atau

8) yang Pajak Pertambahan Nilainya dipungut dengan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, maka kode transaksi yang digunakan yaitu 05.

b. Pada tanggal 12 Januari 2025, PT E yang merupakan Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak berupa tepung terigu dengan senilai Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah), tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, kepada PT F yang merupakan pengusaha industri makanan kemasan di Kawasan Berikat.

Atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut mendapatkan fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Mengingat Barang Kena Pajak tersebut tidak termasuk kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% (dua belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga jual.

Dengan demikian, atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT E wajib membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan keterangan sebagai berikut.

1) Kode transaksi 07, meskipun penghitungan Pajak Pertambahan Nilainya menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain.

2) Harga jual sebesar Rp24.000.000,00.

3) Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp22.000.000,00 (11/12 x Rp24.000.000,00).

4) Jumlah Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp 2.640.000,00 (12% x Rp22.000.000,00).

c. Pada tanggal 10 Februari 2025, PT G yang merupakan Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak berupa 10 (sepuluh) unit komputer kepada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dengan harga Rp12.000.000,00/unit, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

Mengingat Barang Kena Pajak tersebut tidak termasuk kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% (duabelas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga jual. Atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, PT G wajib membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan keterangan sebagai berikut.

1) Kode transaksi 02, meskipun penghitungan Pajak Pertambahan Nilainya menggunakan Dasar Pengenaan Pajak berupa nilai lain.

2) Harga jual sebesar Rp120.000.000,00 (Rp12.000.000,00 x 10).

3) Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp110.000.000,00 (11/12 x Rp120.000.000,00).

4) Jumlah Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp13.200.000,00 (12% x Rp110.000.000,00)

Baca juga : Simak! Cara Pelaporan SPT Pajak Sebelum dan Setelah Ada Coretax