Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital telah mencapai Rp24,12 triliun hingga 30 April 2024.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan bahwa pendapatan dari sektor usaha ekonomi digital telah mencapai Rp24,12 triliun hingga 30 April 2024.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menyatakan bahwa rincian pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) mencapai Rp19,5 triliun.
Sampai dengan April 2024, pemerintah telah menunjuk 172 pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN. Jumlah ini mencakup enam penunjukan baru, satu koreksi, dan satu pencabutan data pemungut PPN PMSE.
Penunjukan baru pada April 2024 meliputi Tradeshift Holdings, Inc., Ahrefs Pte. Ltd., Amazon EU S.à r.l., Evernote Corporation, Lemon Squeezy LLC, dan Posit Software, PBC. Pembetulan dilakukan pada Alexa Internet, sementara pencabutan melibatkan Aleepic Games International S.a r.l., Bertrange, Root Branch.
Dwi menyatakan bahwa dari jumlah yang telah ditunjuk, sebanyak 154 PMSE telah melaksanakan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp19,5 triliun.
“Jumlah tersebut terdiri dari Rp731,4 miliar yang disetor pada 2020, Rp3,90 triliun yang disetor pada 2021, Rp5,51 triliun yang disetor pada 2022, Rp6,76 triliun yang disetor pada 2023, dan Rp2,6 triliun yang disetor pada 2024,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Minggu (19/5/2024).
Selain itu, DJP melaporkan bahwa penerimaan pajak dari sektor kripto ( Ekonomi Digital ) mencapai Rp689,84 miliar hingga April 2024. Dwi menjelaskan bahwa penerimaan ini terdiri dari Rp246,45 miliar pada 2022, Rp220,83 miliar pada 2023, dan Rp222,56 miliar pada 2024.
Rinciannya, penerimaan pajak kripto ini terdiri dari Rp325,11 miliar dari PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp364,73 miliar dari PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.
Selain itu, pajak dari sektor fintech (P2P lending) telah memberikan kontribusi sebesar Rp2,02 triliun hingga April 2024, dengan rincian Rp446,39 miliar pada 2022, Rp1,11 triliun pada 2023, dan Rp470,18 miliar pada 2024.
Pajak fintech tersebut terdiri dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp696,78 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp244,4 miliar, serta PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,08 triliun.
Dwi menambahkan bahwa penerimaan pajak dari sektor usaha ekonomi digital lainnya, termasuk penerimaan pajak dari SIPP, mencapai Rp1,91 triliun.
Penerimaan dari pajak SIPP tersebut terdiri dari Rp402,38 miliar pada 2022, Rp1,11 triliun pada 2023, dan Rp388,84 miliar pada 2024.
Dwi menyatakan bahwa ke depannya, pemerintah akan mengeksplorasi potensi penerimaan pajak dari sektor usaha ekonomi digital seperti pajak atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak atas bunga pinjaman fintech yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui sistem informasi pengadaan pemerintah (SIPP).
Dia menyatakan bahwa pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk atau pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia, dengan tujuan menciptakan keadilan dan kesetaraan dalam berusaha bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital.
Baca Juga : Memisahkan Pajak Dari Kemenkeu Tidak Menjamin Peningkatan Pendapatan Negara.