Kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif pajak hiburan hingga kisaran 40-75% dapat memberikan dampak serius terhadap daya tarik Bali sebagai destinasi wisata favorit bagi turis asing.

Kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif pajak hiburan hingga kisaran 40-75% dapat memberikan dampak serius terhadap daya tarik Bali sebagai destinasi wisata favorit bagi turis asing. Konsekuensinya, para pengunjung harus mengeluarkan dana lebih besar untuk dapat menikmati kegiatan bersenang-senang dan hiburan di pulau ini. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, telah mengungkapkan bahwa beberapa daerah di Bali sudah mulai menerapkan tarif pajak hiburan sebesar 40%, khususnya untuk jenis hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa.
Besarnya tarif pajak ini disesuaikan dengan Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Sandiaga Uno menyebutkan bahwa Badung, Tabanan, Gianyar, dan Kota Denpasar merupakan beberapa daerah di Bali yang telah mengimplementasikan tarif pajak hiburan sebesar 40%. Ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan ketetapan sebelumnya, seperti surat edaran nomor 973/3161/Bapenda di Badung yang menetapkan pajak hiburan diskotek pada tingkat 15%.

Source: bali.bps.go.id
Lebih lanjut, Peraturan Daerah (Perda) kabupaten Badung nomor 7 tahun 2023 menyatakan bahwa tarif PBJT atas jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 40%. Sandiaga, dalam upaya untuk merespons perubahan ini, telah mengusulkan agar tarif pajak ini disesuaikan kembali melalui perundingan dengan pelaku usaha. Ini menjadi perhatian karena saat ini UU HKPD sedang dalam tahap uji materiil di Mahkamah Konstitusi, sehingga penyesuaian tarif dapat menjadi hal yang mendasar.
Selain kenaikan tarif pajak hiburan, wisatawan asing juga akan semakin dibebani dengan retribusi yang harus dibayarkan saat tiba di Bali. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pengutan Bagi Wisatawan Asing untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali menetapkan pungutan sebesar Rp150.000,00 yang wajib dibayar melalui pembayaran elektronik. Peraturan ini mulai berlaku pada 14 Februari 2024 dan belum termasuk biaya visa 30 hari sebesar Rp500.000,00. Dampaknya akan dirasakan oleh setiap pengunjung, termasuk anak-anak, yang melakukan perjalanan sampingan ke pulau-pulau tetangga seperti Kepulauan Gili, Lombok, atau Jawa, yang populer harus membayar lagi saat kembali ke Bali. Namun, aturan ini tidak berlaku untuk perjalanan ke Nusa Penida, Nusa Lembongan, atau Nusa Ceningan karena ketiga pulau tersebut termasuk dalam provinsi Bali.
Thailand Pangkas Pajak Hiburan
Sementara Bali menghadapi tantangan ini, Thailand justru mengambil langkah sebaliknya dengan memangkas pajak hiburannya dari 10% menjadi 5%. Perbedaan kebijakan antara Indonesia, khususnya Bali, dan Thailand mencapai 35 persen dapat memberikan dampak signifikan terhadap daya tarik pariwisata kedua destinasi ini. Dalam konteks ini, pemerintahan Thailand memotong pajak untuk minuman beralkohol dan tempat hiburan dengan tujuan meningkatkan pariwisata di negara tersebut. Langkah-langkah yang diambil termasuk pemotongan pajak atas anggur, penghapusan pajak atas minuman beralkohol yang sebelumnya sebesar 10%, dan pengurangan separuh pajak cukai tempat hiburan dari 10% menjadi 5%. Penyesuaian ini, yang dijelaskan oleh juru bicara pemerintah Chai Wacharonke, akan berlaku hingga akhir tahun ini.

Dampak kenaikan pajak hiburan tidak hanya dapat menggeser minat wisatawan ke destinasi lain tetapi juga dapat memberikan dampak negatif pada PDRB Bali. Meskipun PDRB Bali mengalami peningkatan relatif sejak tahun 2018, tercatat menjadi Rp245 triliun pada tahun 2022, terjadi penurunan signifikan selama pandemi, dengan PDRB mencapai Rp224 triliun pada tahun 2021 dan Rp220 triliun pada tahun 2022. Hal ini menandakan ketergantungan yang tinggi Bali pada sektor pariwisata dan potensi kerugian ekonomi yang signifikan akibat pandemi COVID-19 yang menyebabkan penurunan kunjungan wisatawan.
Baca Juga : Reassuring! Implementasi Tarif Efektif PPh Pasal 21 Tak Tambah Pajak baru