Pemerintah telah mengonfirmasi rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Begini pengertian dan perhitungannya
Pemerintah telah mengonfirmasi rencananya untuk menerapkan perubahan kebijakan terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tahun 2025. Rencana baru tersebut meliputi kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai tanggal 1 Januari
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN adalah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Beliau berpendapat bahwa implementasi tarif PPN yang baru tersebut dilanjutkan sebagai bagian dari kontinuitas program pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo, yang dipilih oleh masyarakat dengan harapan akan terus memperjuangkan keberlanjutan program-program tersebut.
“Airlangga menyatakan bahwa masyarakat Indonesia telah menegaskan pilihan mereka untuk kelanjutan, sehingga jika program-program yang diinisiasi oleh pemerintah diteruskan, termasuk kebijakan terkait PPN,” ucapnya di kantornya di Jakarta, yang dilaporkan pada hari Senin (18/3/2024).
Implementasi tarif PPN yang baru akan mengikuti Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disetujui pada bulan Oktober 2021. Sesuai dengan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya 10% akan disesuaikan menjadi 11% mulai 1 April 2022. Kemudian, akan kembali mengalami kenaikan menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025.
Penerapan tarif baru ini akan mengubah metode perhitungan PPN yang akan datang, dengan konsekuensi bahwa konsumen akan menanggung beban kenaikan tersebut. Untuk mendapatkan gambaran lebih lanjut, berikut adalah penjelasan tentang konsep PPN
Pengertian PPN
Dari sumber yang disebutkan oleh Kementerian Keuangan Learning Center, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan pada konsumsi barang dan jasa di wilayah pabean, diterapkan secara bertahap selama proses produksi dan distribusi.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah jenis pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. PPN berbeda dengan pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah daerah, seperti pajak yang dikenakan pada pembelian makanan di restoran, penginapan di hotel, atau jasa sewa tempat parkir dan tempat hiburan.
Pemerintah pusat mengenakan PPN untuk transaksi jual-beli berbagai barang. Misalnya, pembelian kendaraan bermotor, rumah, dan layanan internet termasuk dalam aktivitas jual-beli yang dikenai PPN sebesar 12%.
Pemerintah pusat mengenakan PPN kepada perusahaan yang menjual barang atau jasa tersebut. Biaya pajak ini akhirnya akan dibebankan kepada masyarakat sebagai konsumen.
Undang-Undang HPP memberikan simulasi perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%.. Merujuk pada bagian penjelasan UU tersebut, berikut ini merupakan simulasi perhitungannya.
Pengusaha Kena Pajak A menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp10.000.000. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 12% x Rp10.000.000 = Rp1.200.000. Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp1.200.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh pengusaha Kena Pajak A.
Baca Juga : Pengusaha Tolak PPN Naik : Fokus Kejar yang Tak Bayar Pajak