Rencana Kenaikan PPN Jadi 12% Tahun 2025, Potensial Menjadi yang Tertinggi di ASEAN

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun 2025 akan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tarif PPN tertinggi di ASEAN.

asean

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengumumkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan mengalami peningkatan menjadi 12% pada tahun 2025.

Ia menegaskan bahwa tidak akan ada penundaan dalam penerapan kebijakan peningkatan tarif PPN menjadi 12% pada tahun 2025.

Seperti yang diketahui, tarif PPN saat ini telah mencapai 11% sejak tahun 2022, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang sebelumnya adalah 10%.

Menurut ketentuan Pasal 7 ayat 1 dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif PPN yang sebelumnya adalah 10% telah diubah menjadi 11% mulai tanggal 1 April 2022. Selanjutnya, UU tersebut menginstruksikan pemerintah untuk meningkatkan kembali tarif PPN menjadi 12% pada tanggal 1 Januari 2025 paling lambat.

Meskipun demikian, pemerintah berwenang untuk menyesuaikan tarif PPN dalam rentang antara 5% hingga 15% melalui penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah melalui proses pembahasan dengan DPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 3 UU PPN.

Perbandingan tarif PPN antara negara-negara di ASEAN.

Data yang dikumpulkan oleh PricewaterhouseCoopers (PwC) menunjukkan bahwa tarif PPN Indonesia sebesar 11% termasuk yang paling tinggi di antara negara-negara ASEAN lainnya, meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan dengan Filipina yang memiliki tarif PPN sebesar 12%.

Tetapi jika Indonesia menaikkan tarif PPN menjadi 12% dan diasumsikan negara-negara lain di ASEAN tidak mengubah tarif PPN mereka, maka Indonesia dan Filipina akan menjadi negara-negara dengan tarif PPN tertinggi di antara negara-negara ASEAN.

Tarif PPN di negara-negara ASEAN.
Screenshot 2024 03 15 111037

Source: PwCGet the dataCreated with Datawrapper

Peningkatan PPN di Indonesia telah menarik perhatian masyarakat luas. Menurut Benny Soetrisno, sebagai Ketua Umum GPEI, kenaikan PPN berpotensi menambah beban modal kerja, yang bisa berdampak pada kemampuan beli produk.

Benny juga menggarisbawahi bahwa situasi pemulihan daya beli setelah pandemi Covid-19 masih belum optimal.

Menurut Telisa Aulia Falianty, seorang Guru Besar Ilmu Ekonomi Moneter di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, kenaikan PPN berpotensi memberikan dampak terhadap pengusaha dan konsumen. Selain itu, situasi perlambatan ekonomi global bisa memperburuk tekanan yang dirasakan oleh dunia usaha dan masyarakat akibat kenaikan PPN.

Dengan demikian, Telisa menekankan pentingnya penerapan kenaikan PPN yang mempertimbangkan timing yang tepat serta koordinasi yang harmonis dengan kebijakan lainnya.

Baca Juga : Status Pajak Hiburan Tidak Jelas: Kewenangan Berada di Tangan Pemerintah Daerah