Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menceritakan perihal awal mula lahirnya Coretax ada Andil Bank Dunia di Balik Lahirnya Coretax
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menceritakan perihal awal mula lahirnya Coretax atau Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP).
Berdasarkan cerita Luhut, Coretax hadir dipicu oleh momen briefing Indonesia dengan World Bank atau Bank Dunia pada masa lalu. Pada kala itu, Bank Dunia mengkritisi cara Indonesia menghimpun penerimaan pajak. Menurut Bank Dunia, pengumpulan pajak di Indonesia kurang baik, dan lembaga ini menyamakan Indonesia dengan Nigeria.
“World Bank itu mengkritik kita bahwa kita salah satu negara yang meng-collect pajaknya tidak baik, kita disamakan dengan Nigeria,” kata Luhut dalam Konferensi Pers DEN di Gedung BPPT, Jakarta Pusat, dikutip Jumat (10/1/2025).
Saat itu, Bank Dunia mengungkapkan jika Indonesia bisa melakukan optimalisasi di sistem perpajakan, maka langkah ini bisa berkontribusi hingga 6,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp 1.500 triliun.
“Kalau kita bisa lakukan apa program ini, itu kita bisa dapat 6,4% dari GDP (PDB) atau setara kira-kira Rp 1.500 triliun,” ujarnya.
Sebelumnya, Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi menjelaskan, coretax system merupakan bagian dari reform administrasi perpajakan yang saat ini perkembangannya masih terus berjalan. Dengan adanya pembaruan ini, pelayanan kepada wajib pajak akan bergeser dari manual menjadi otomatis berbasis teknologi.
Adapun, reformasi perpajakan sendiri sudah dilakukan otoritas sejak 1983, di mulai untuk mengubah paradigma petugas pajak. “Merubah paradigma yang bahwa tadinya petugas pajak itu official, berubah paradigmanya menjadi pelayanan,” jelas Iwan saat ditemui di kantornya, dikutip Jumat (10/1/2024).
Reformasi kemudian berlanjut pada 1998, di mana ada modernisasi administrasi perpajakan. Saat itu pemeriksaan jenis pajak terpisah-pisah, baik itu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPh (Pajak Penghasilan), dan lain sebagainya.
“Sehingga dulu banyak ada pemeriksa PBB, pemeriksa PPH, dan sebagainya… Sehingga kemudian semua jenis pajak tersebut dilebur, sehingga terdapat penambahan remunerasi DJP,” kata Iwan.
Setelah reformasi pertama dan kedua selesai, kini DJP tidak lagi melakukan pemeriksaan berkali-kali kepada wajib pajak. Kemudian dibangunlah Core Tax System sebagai reformasi lanjutan, untuk menjawab perkembangan zaman saat ini.
“Yang melatarbelakangi PSIAP itu adalah tidak lain adalah disruptif teknologi, perubahan bisnis di masyarakat, ada fintech (financial technology) disitu, teknologi semakin berkembang,” ujar Iwan.
Melihat perubahan zaman yang semakin berkembang, DJP menyadari institusinya tidak bisa jalan di tempat. Ketika semuanya serba digital, administrasi perpajakan pun juga harus naik kelas kepada digitalisasi.
Baca Juga : PPN 12% Hanya Khusus Barang Mewah, Ini Cara Isi Faktur Pajaknya!