Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 15/P/2025 (PER 15/2025) menetapkan, marketplace yang memenuhi batasan nilai transaksi dengan pemanfaat jasa di Indonesia melebihi Rp600 juta dalam 12 bulan atau Rp50 juta dalam satu bulan, akan ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Final sebesar 0,5 persen para pedagang.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 15/P/2025 (PER 15/2025) menetapkan, marketplace yang memenuhi batasan nilai transaksi dengan pemanfaat jasa di Indonesia melebihi Rp600 juta dalam 12 bulan atau Rp50 juta dalam satu bulan, akan ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Final sebesar 0,5 persen para pedagang. Sekretaris Jenderal Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan menyebut bahwa pihaknya akan menemui direktur jenderal (dirjen) pajak untuk membahas regulasi yang diundangkan pada 1 Agustus 2025 tersebut.
Adapun selain menetapkan batasan nilai transaksi, Pasal 4 PER 15/2025 juga menetapkan kriteria pemungut PPh Pasal 22 Final adalah marketplace yang memiliki jumlah traffic atau pengakses di Indonesia melebihi 12 ribu dalam 12 bulan atau 1.000 dalam satu bulan.
“Hingga saat ini kami masih mempelajari lebih lanjut isi dan implikasi dari PER 15/2025 yang merupakan pelaksanaan teknis dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK 37/2025). Kami menyambut baik rencana pertemuan dengan dirjen pajak minggu depan, sebagai ruang diskusi terbuka untuk menyampaikan pandangan awal dan membangun pemahaman bersama yang konstruktif,”
IdEA memahami, PMK 37/2025 DAN per 15/2025 bertujuan untuk memperkuat kepatuhan pajak di sektor perdagangan digital. Kendati demikian, Budi mengingatkan regulasi baru ini memiliki kompleksitas yang tinggi karena menyangkut banyak aspek teknis serta operasional platform.
“IdEA menilai perlu pendalaman lebih lanjut. Khususnya bagi UMKM [usaha mikro kecil dan menengah] memerlukan kesiapan sistem dan dampaknya terhadap pelaku usaha,” jelas Budi.
Pada kesempatan yang berbeda, Budi menuturkan bahwa IdEA meminta waktu hingga satu tahun untuk marketplace membagun sistem seiring dengan penerapan PMK 37/2025. Pasalnya, regulasi yang diundangkan pada 14 Juli 2025 ini mewajibkan marketplace yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 Final untuk menyediakan kolom surat pernyataan omzet, sistem mekanisme unggah dokumen bermeterai, serta pengarsipan digital secara aman dan berkelanjutan.
Secara simultan, marketplace juga harus menyusun pelaporan rutin dan menangani potensi sengketa apabila ada perbedaan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan yang disampaikan oleh UMKM.
“Mungkin baru bisa memahami, menerapkan, dan menguji coba sistemnya dalam waktu kira-kira sekitar satu tahun lagi. Kalau diharapkan diterapkan September 2025, kami juga tunggu DJP—belum ada komunikasi yang jelas. Makanya, kami sudah dengan komitmen untuk comply dengan peraturan yang berlaku sekitar satu tahun lagi,” ungkap Budi dalam webinar yang diselenggarakan Tax Center Universitas Indonesia (UI) dan Departemen Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) UI bertajuk Era Baru atas E-Commerce, pada (29/7/25).
Baca juga : PER 15/2025 Terbit, Ini Batasan Transaksi “Marketplace” yang Jadi Pemungut Pajak Penjual