WNI yang akan menetap atau bekerja di luar negeri perlu tahu bahwa status pajaknya bisa berubah menjadi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN). Perubahan ini memengaruhi kewajiban pajak di Indonesia. Penting dipahami agar terhindar dari pajak ganda atau sanksi.

Warga Negara Indonesia (WNI) yang berencana bekerja atau tinggal di luar negeri dalam jangka waktu lama perlu memahami ketentuan perpajakan yang berlaku. Salah satu hal krusial yang wajib diketahui adalah kemungkinan perubahan status perpajakan dari subjek pajak dalam negeri menjadi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN).
Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 yang telah diubah dengan PMK Nomor 81 Tahun 2024, seorang WNI dapat berstatus sebagai SPLN apabila telah tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan memenuhi beberapa persyaratan administratif dan substantif.
Ada empat syarat utama yang perlu dipenuhi untuk dapat berstatus SPLN. Pertama, memiliki tempat tinggal permanen di luar negeri. Kedua, pusat kegiatan utama yang menunjukkan keterikatan pribadi, ekonomi, dan sosial juga harus berada di luar negeri. Bukti-bukti yang dapat diajukan antara lain kontrak kerja luar negeri, keberadaan keluarga inti di luar negeri, atau keanggotaan organisasi lokal yang diakui.
Ketiga, individu tersebut harus memiliki kebiasaan atau rutinitas harian di luar negeri. Keempat, telah ditetapkan sebagai subjek pajak oleh negara atau yurisdiksi lain. Selain itu, harus menyelesaikan seluruh kewajiban perpajakan di Indonesia dan mengantongi Surat Keterangan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang menyatakan WNI tersebut telah memenuhi syarat sebagai SPLN.
Untuk WNI yang sedang bersiap pindah ke luar negeri, seperti dalam contoh kasus seseorang bernama Taat yang diterima bekerja di sebuah perusahaan minyak di Saudi Arabia, DJP menyarankan pengajuan permohonan status non-efektif atas Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)-nya terlebih dahulu. Hal ini disebabkan karena status SPLN baru bisa diperoleh setelah benar-benar berada di luar negeri selama lebih dari 183 hari.
Setelah mencapai masa tinggal tersebut, barulah WNI tersebut bisa mengajukan permohonan resmi sebagai SPLN. Proses ini penting agar tidak menimbulkan permasalahan dalam kewajiban pelaporan atau pembayaran pajak di kemudian hari.
SPLN tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan di Indonesia, dan akan menjalankan kewajiban pajak sesuai dengan sistem yang berlaku di negara tempat tinggal barunya. Namun, apabila masih menerima penghasilan dari Indonesia, maka tetap akan dikenakan pajak di Indonesia sesuai ketentuan perpajakan untuk SPLN.
Jika sewaktu-waktu kembali menetap di Indonesia, status pajaknya akan berubah kembali menjadi subjek pajak dalam negeri. Secara otomatis, status NPWP yang sebelumnya non-efektif akan aktif kembali setelah WNI tersebut menyampaikan SPT Tahunan di Indonesia.
Dengan pemahaman yang tepat mengenai aturan perpajakan lintas negara ini, WNI yang berencana tinggal di luar negeri dapat memastikan kepatuhan pajaknya tetap terjaga dan terhindar dari risiko administratif.
Baca juga : Sri Mulyani Proyeksikan Penerimaan Pajak Bakal Tumbuh 7,5 Persen pada 2025