Catatan Tahunan: Pemerintah mengantongi Pajak Sektor Ekonomi Digital Capai Rp 23,04 Triliun hingga Maret 2024. Transaksi PMSE, Kripto, dan Fintech Berkontribusi Signifikan.
Hingga 31 Maret 2024, Direktorat Jenderal Pajak mencatat penerimaan sebesar Rp 23,04 triliun dari sektor ekonomi digital. Pendapatan tersebut terdiri dari pajak yang diperoleh dari transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), termasuk E-commerce, serta pajak yang dikenakan pada kripto dan platform fintech seperti P2P lending.
Menurut pernyataan tertulis Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti, pada Jumat (5/4/2024), PPN yang diperoleh dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) mencapai Rp 18,74 triliun. Selain itu, pendapatan dari pajak kripto mencapai Rp 580,2 miliar, pendapatan dari fintech (P2P lending) mencapai Rp 1,95 triliun, dan pendapatan dari pajak yang dikumpulkan oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) mencapai Rp 1,77 triliun.
Hingga Maret 2024, pemerintah telah menunjuk 167 pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dua dari total tersebut mengalami perubahan atau pembetulan data pemungut PPN PMSE. Perubahan tersebut terjadi pada bulan Maret 2024 dan melibatkan Vonage Business Inc. dan Twitch Interactive Singapore Private Limited.
Dwi Astuti menyampaikan bahwa dari total pemungut yang telah ditunjuk, 154 PMSE telah melaksanakan pemungutan serta penyetoran PPN PMSE sebesar Rp18,74 triliun.
“Dari jumlah tersebut, terdiri dari setoran sebesar Rp 731,4 miliar pada tahun 2020, Rp 3,90 triliun pada tahun 2021, Rp 5,51 triliun pada tahun 2022, Rp 6,76 triliun pada tahun 2023, dan Rp 1,84 triliun pada tahun 2024,” jelasnya.
Penerimaan pajak kripto mencapai total Rp 580,20 miliar hingga Maret 2024. Jumlah tersebut terdiri dari Rp 246,45 miliar penerimaan pada tahun 2022, Rp 220,83 miliar pada tahun 2023, dan Rp 112,93 miliar pada tahun 2024.
“Penerimaan pajak kripto tersebut meliputi Rp 273,69 miliar dari PPh 22 yang diterima dari transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp 306,52 miliar dari PPN DN yang diterima dari transaksi pembelian kripto di exchanger,” terangnya.
Pajak fintech (P2P lending) telah memberikan kontribusi penerimaan pajak sebesar Rp 1,95 triliun hingga Maret 2024. Penerimaan tersebut terdiri dari Rp 446,40 miliar pada tahun 2022, Rp 1,11 triliun pada tahun 2023, dan Rp 394,93 miliar pada tahun 2024.
Pajak fintech (P2P lending) tersebut terdiri dari PPh 23 yang dikenakan pada bunga pinjaman yang diterima oleh WPDN dan BUT sebesar Rp 677,78 miliar, PPh 26 yang dikenakan pada bunga pinjaman yang diterima oleh WPLN sebesar Rp 231,43 miliar, dan PPN DN yang dikenakan pada setoran masa sebesar Rp 1,04 triliun.
Penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya didapat dari penerimaan pajak SIPP. Hingga Maret 2024, penerimaan dari pajak SIPP mencapai Rp1,77 triliun. Penerimaan tersebut terdiri dari Rp402,38 miliar pada tahun 2022, Rp1,1 triliun pada tahun 2023, dan Rp252,16 miliar pada tahun 2024.
Penerimaan pajak SIPP meliputi PPh senilai Rp119,88 miliar dan PPN senilai Rp1,65 triliun.
Dwi menyatakan bahwa pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE yang menjual produk atau layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia untuk memastikan terwujudnya keadilan dan kesetaraan dalam dunia usaha, baik bagi pelaku usaha konvensional maupun digital.
Dwi Astuti juga menyatakan bahwa pemerintah akan melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengeksplorasi potensi penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital lainnya, seperti pajak kripto yang dikenakan pada transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech yang terkait dengan bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP yang berkaitan dengan transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.
Baca Juga : Apakah Hampers Lebaran dari Kantor Kena Pajak? Ini Penjelasannya !