Pendapatan Negara Semakin Lesu, Apakah Saatnya Pajaki Kekayaan Orang Indonesia ?

Mari Elka Pangestu mengusulkan beberapa strategi untuk meningkatkan pendapatan negara Indonesia yang sedang mengalami penurunan, khususnya dari sektor pajak.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia, Mari Elka Pangestu, menyarankan beberapa strategi untuk meningkatkan pendapatan negara Indonesia yang semakin menurun, terutama dari sektor pajak.

Pendapatan negara dari pajak terus menurun seiring dengan penurunan harga komoditas. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, penerimaan pajak pada Januari-April 2024 mencapai Rp 624,19 triliun, mengalami kontraksi sebesar 9,29% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Mari menyatakan bahwa salah satu strategi yang bisa diterapkan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara adalah dengan memperluas basis pajak serta memperbaiki administrasi perpajakan, termasuk digitalisasi layanan.

Namun, ia menekankan bahwa banyak pihak mulai mempertimbangkan pentingnya pengenaan pajak atas harta kekayaan atau wealth tax. Meskipun demikian, ia juga mengingatkan bahwa penerapan pajak kekayaan tersebut dapat membawa konsekuensi buruk di Indonesia.

“Dan mungkin banyak yang mempertanyakan tentang wealth tax, jadi bukan penghasilan yang dikenakan pajak, melainkan kekayaannya,” ujar Mari saat diwawancarai setelah menghadiri Seminar Nasional Jesuit Indonesia di Jakarta pada Kamis (30/5/2024).

Ia menjelaskan bahwa salah satu konsekuensi yang bisa dihadapi suatu negara jika menerapkan pajak kekayaan untuk meningkatkan pendapatan negara adalah potensi eksodus warga negara. Orang-orang kaya cenderung akan memilih untuk pindah dan menetap di luar Indonesia.

“Mungkin ada konsekuensi di mana orang-orang akan memilih berdomisili di luar Indonesia. Jadi, saya rasa hal ini perlu dipelajari dengan cermat,” ujar wanita yang pernah menjabat sebagai menteri perdagangan serta menteri pariwisata dan ekonomi kreatif RI itu.

Menurut Mari, pemerintah sebaiknya fokus pada pembenahan sistem administrasi perpajakan dan digitalisasi layanan yang masih belum sempurna. Terlebih lagi, core tax system atau sistem inti administrasi perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak masih belum diterapkan.

Menurutnya, jika perbaikan sistem administrasi perpajakan diterapkan, rasio pajak terhadap PDB di Indonesia bisa meningkat sebesar 2% dari kisaran saat ini yang hanya 9%-10%. Angka ini masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam.

“Di Amerika atau negara-negara maju lainnya, menghindari pajak sulit dilakukan karena semua data saling terhubung. Jadi, sistem elektronik dan perbaikan administrasi pajak, menurut berbagai analisis yang saya pelajari, bisa meningkatkan rasio pajak terhadap PDB kita hingga 2%,” jelasnya.

Menurut OECD, rasio pajak Indonesia pada tahun 2021 adalah 10,1%, yang merupakan salah satu yang terendah di antara negara-negara Asia Pasifik.

Menurut catatan OECD, di antara negara-negara ASEAN, Vietnam memiliki rasio pajak tertinggi pada tahun 2021 yaitu 22,7%, diikuti oleh Filipina (17,8%), Thailand (16,5%), Singapura (12,8%), dan Malaysia (11,4%).

Di sisi Pasifik, Vanuatu memiliki rasio pajak sebesar 14,2%, sementara Samoa mencatat 25%, dan Maladewa mencatat 19,1%. Di Asia, Jepang memiliki rasio pajak tertinggi sebesar 31,4%

Baca juga : Penurunan Setoran Pajak di April 2024, Kinerja PPh dan PBB Bikin Sedih!