Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan pajak hingga 11 Agustus 2025 baru mencapai Rp996 triliun, atau setara 45,51 persen dari target Rp2.189,3 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan pajak hingga 11 Agustus 2025 baru mencapai Rp996 triliun, atau setara 45,51 persen dari target Rp2.189,3 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Penyuluh Pajak Ahli Madya Kantor Wilayah DJP Jawa Barat III Waluyo menyebut bahwa realisasi tersebut turun 16,72 persen dibandingkan capaian tahun lalu.
“Tahun 2025, baru tercapai Rp996 triliun sampai dengan bulan ini. Jadi masih 45,51 persen baru tercapainya. Padahal belanjanya sudah harus dilakukan,” ujarnya dalam sebuah diskusi daring.
tren perlambatan sudah terlihat sejak awal tahun. Per April 2025, penerimaan pajak tercatat Rp557,1 triliun, turun 10,74 persen dari periode yang sama 2024 yang mencapai Rp624,19 triliun.
Hingga semester I-2025, total penerimaan negara sebesar Rp1.201,8 triliun atau baru 48,3 persen dari target APBN Rp3.005,1 triliun. Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, capaian ini merupakan yang terendah dalam tiga tahun terakhir.
“Dari sisi semester I terhadap total target masih di 48,3 persen, dibandingkan dengan tiga tahun terakhir memang lebih rendah,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, pada Selasa (1/7/2025).
Sri Mulyani menjelaskan, penurunan penerimaan dipengaruhi beberapa faktor. Salah satunya adalah batalnya rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang sebelumnya diproyeksikan menambah Rp71 triliun penerimaan.
“Itu menyebabkan kita kehilangan target yang sebesar Rp71 triliun di APBN 2025 ini. Ini tentu memengaruhi kinerja kita,” jelasnya.
Selain itu, penerimaan dari sektor minyak dan gas bumi (migas) juga melemah akibat penurunan harga komoditas global sejak awal tahun. “Kuartal I 2025 kita cukup mengalami tekanan dari sisi pendapatan negara,” imbuhnya.
Faktor lain adalah perubahan mekanisme pencatatan dividen BUMN. Kini, sebagian besar dividen dikelola oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sehingga tidak langsung masuk ke kas negara.
“Dividen dari BUMN yang tidak dibayarkan karena sekarang dipegang Danantara itu sekitar Rp80 triliun,” pungkas Sri Mulyani.
Baca juga : Sri Mulyani: Bayar Pajak Sama Seperti Zakat dan Wakaf