Perbedaan Aturan Pajak Antara Barang Bawaan Pekerja Migran dan Penumpang Biasa dari Luar Negeri

Menag Zulkifli Hasan menegaskan bahwa ada subsidi dan juga aturan yang berbeda antara barang bawaan milik pekerja migran dengan penumpang biasa dari luar negeri. Apa itu?

migran

Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, secara tegas menyatakan bahwa terdapat subsidi dan peraturan yang berbeda untuk barang bawaan pekerja migran dibandingkan dengan penumpang reguler yang datang dari luar negeri.

Menurut Mendag Zulhas pada hari Senin (6/5/2024), ada perbedaan. Bagi penumpang biasa, barang bawaan akan menerima subsidi hingga 500 dolar; jika melebihi jumlah tersebut, akan dikenakan pajak masuk. Namun, untuk pekerja migran, batas nilai subsidi untuk barang bawaan mereka adalah 1.500 dolar.

Dalam konteks ini, ia menjelaskan bahwa jika barang belanjaan yang dibawa oleh pekerja migran bernilai lebih dari 1.500 dolar, maka baru akan dikenakan pajak. Pajak yang diterapkan pada mereka juga lebih rendah dibandingkan dengan penumpang biasa, yaitu sebesar 7.5 persen.

Zulhas menjelaskan bahwa bagi penumpang biasa yang membawa barang bawaan melebihi 500 dolar, akan dikenakan pajak sebesar 10 persen. Namun, untuk pekerja migran, pajak yang dikenakan hanya sebesar 7.5 persen.

Pengenaan denda atau pinalti untuk barang bawaan pekerja migran pastinya dihindari, selama barang yang mereka bawa tidak melanggar larangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia.

Zulhas menegaskan bahwa terigu dan pelumas jelas dilarang untuk dibawa. Tidak diizinkan sama sekali.

Mendag Ingatkan Pelaku Bisnis Jastip Harus Taat Pajak

Menteri Perdagangan Zulhas juga mengimbau para pelaku bisnis jasa titip barang dari luar negeri untuk mematuhi peraturan yang ada. Imbauan ini dilontarkan karena sejauh ini banyak pelaku usaha jasa titip berusaha menghindari pajak dengan cara yang tidak jujur, seperti beroperasi secara sembunyi-sembunyi dan bermain kucing-kucingan dengan petugas.

“Kalau kamu bawa barang diam-diam itu maksudnya apa, ya ikutin aturan itu bayarannya ada, tarifnya pajak, ada SNI-nya,” kata Zulkifli Hasandi Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, Senin (6/5/2024).

Selain itu, ia juga menyerukan kepada pengusaha jasa titipan makanan untuk memeriksa apakah barang yang mereka kirim memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Semua langkah ini diambil untuk menjaga kesehatan konsumen.

Zulkifli Hasan menjelaskan, “Jika makanan yang dibawa dari luar tidak sehat, siapa yang bertanggung jawab jika terjadi keracunan? Oleh karena itu, penting untuk mematuhi regulasi terkait makanan, termasuk memiliki izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).”

Pelaku jasa titip harus memiliki izin Standar Nasional Indonesia (SNI).

Demikian juga dengan pelaku jasa titip barang elektronik. Zulhas menekankan pentingnya bagi mereka untuk memiliki izin Standar Nasional Indonesia (SNI) hingga menyediakan layanan purna jual.

Jika seseorang ingin menjual elektronik atau mesin, Zulhas menegaskan bahwa mereka harus menyediakan layanan purna jual dan memiliki izin Standar Nasional Indonesia (SNI).

Dalam regulasi tersebut, impor barang dari penumpang dibagi menjadi dua kategori, yaitu untuk penggunaan pribadi (personal use) dan untuk penggunaan yang bukan keperluan pribadi (non-personal use). Barang yang digunakan untuk keperluan pribadi akan diberikan pembebasan dari bea masuk dan/atau cukai dengan batasan nilai free on board (FOB) sebesar 500 dolar AS per penumpang.

Untuk barang yang bukan untuk penggunaan pribadi, akan dikenakan tarif bea masuk standar dan nilai pabean akan ditentukan berdasarkan total nilai pabean dari barang impor tersebut.

Jadi, jika nilai barang dari penumpang mencapai 500 USD, itu diperbolehkan, namun jika nilainya melebihi, maka akan dikenakan pajak untuk nilai yang lebih dari 500 USD tersebut.

Baca juga : Sri Mulyani Mewaspadai Dampak Kenaikan BI Rate Terhadap Setoran Pajak

Daerah di Indonesia Sudah Kenakan Pajak Hiburan 75 2024 05 07T102431.094