Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo, menyatakan bahwa kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 akan berdampak pada biaya pelaksanaan pembangunan infrastruktur.
Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo mengungkapkan, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) pada 2025 menjadi sebesar 12% akan berpengaruh pada biaya pembangunan infrastruktur.
Meski begitu, ia menekankan, belum ada perhitungan secara pasti potensi kenaikan biaya pembangunan infrastruktur, termasuk perhitungan anggarannya untuk tahun depan.
“Ya, pasti akan berefek. Pasti akan ada eskalasi harganya dan seterusnya. Tapi itu nantilah, belum, kan kita harus bicara dengan para stakeholder terkait ya. Pasti akan ada,” kata Dody di Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Senin (18/11/2024).
Dody mengaku akan memitigasi potensi kenaikan biaya pembangunan infrastruktur itu dengan merelokasi anggaran di kementeriannya. Sebagaimana diketahui, anggaran Kementerian PU 2025 telah didesain senilai Rp 116,23 triliun saat masih menyandang nomenklatur Kementerian PUPR.
“Nanti tinggal merelokasi anggaran kanan-kiri saja,” ucap Dody.
“Karena itu sekarang anggaran 2025 kan sudah diketok 2024. Tapi kan fokusnya sedikit berubah karena kan sekarang lebih kepada bagaimana anggaran 2025 ini bisa menjadi cikal bakal untuk bisa sukseskan Asta Cita Pak Presiden Prabowo, utamanya untuk ketahanan pangan, air, energi itu aja,” tegasnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya telah mengungkapkan penerapan tarif PPN sebesar 12% pada 2025 sudah melalui pembahasan yang panjang dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Semua indikator sudah dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
“Bukannya membabi buta, tapi APBN memang tetap harus dijaga kesehatannnya,” kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung DPR, Rabu (13/11/2024)
Penerapan tarif baru sudah tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap, dari 10% menjadi 11% pada 2022 dan kemudian menjadi 12% pada 2025.
Sri Mulyani berkomitmen agar kebijakan dapat diimplementasikan dengan seksama, termasuk sosialisasi kepada masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat mendapatkan penjelasan yang lebih komprehensif dan tidak menimbulkan kegaduhan.
Meskipun patut disadari, ekonomi Indonesia saat ini tengah mengalami tekanan, tercermin dari tingkat konsumsi masyarakat yang terus melambat hingga kuartal III-2024.
Tingkat konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2024, yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi terhadap PDB mencapai 53,08%, hanya mampu tumbuh 4,91%, lebih rendah dari laju pertumbuhan kuartal II-2024 sebesar 4,93%.
Kondisi ini membuat pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2024 hanya mampu tumbuh 4,95%, lebih rendah dari pertumbuhan kuartal II-2024 yang sebesar 5,11% maupun kuartal I-2024 yang tumbuh 5,05%, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS).
“Saya setuju bahwa kita perlu banyak memberikan penjelasan kepada masyarakat. Artinya walaupun kita buat policy tentang pajak termasuk PPN bukannya membabi buta atau tidak punya afirmasi atau perhatian pada sektor-sektor seperti kesehatan, pendidikan, bahkan makanan pokok dan pembangunan infrastruktur waktu itu debatnya panjang di sini,” tegasnya.
Baca juga : DPR Soroti Penerimaan Pajak yang Loyo di 2024