Restitusi Pajak Capai Rp304,3 Triliun per 31 Agustus 2025, DJP Beberkan Faktornya 

Kementerian keuangan menyebut bahwa penurunan penerimaan pajak hingga 31 Agustus 2025 merupakan dampak dari peningkatan restitusi pajak.
restitusi pajak

Kementerian keuangan menyebut bahwa penurunan penerimaan pajak hingga 31 Agustus 2025 merupakan dampak dari peningkatan restitusi pajak. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rosmauli (Ros) mengonfirmasi adanya kenaikan pengembalian (restitusi) pajak mencapai sebesar Rp304.3 triliun per 31 Agustus 2025. Ia pun membeberkan faktor penyebabnya.

“Restitusi mengalami peningkatan disebabkan oleh volatilitas harga komoditas, di mana harga komoditas yang tinggi di tahun sebelumnya termoderasi di tahun berjalan, sehingga kredit pajak yang dibayar Wajib Pajak lebih besar daripada pajak yang terutang,” ungkap Ros melalui pesan singkat.

Pada kesempatan yang berbeda, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Bimo Wijayanto memastikan telah menyiapkan strategi untuk menghadapi lonjakan restitusi sepanjang tahun 2025.

“Mitigasi lonjakan restitusi ini sebenarnya prinsip lama, dengan knowing your taxpayer. Saya minta ke teman-teman di unit vertikal, yakni di KPP [Kantor Pelayanan Pajak] kalau ada yang mengajukan percepatan restitusi betul-betul dianalisis—lokasi tempat keberadaan usahanya, pastikan usahanya juga valid dan solid,” ungkap Bimo dalam Media Briefing DJP, di Kantor Pusat DJP, Jakarta beberapa waktu lalu.

Di sisi lain, ia mengakui, menjamurnya bisnis dengan virtual office menjadi tantangan bagi DJP dalam menganalisis lokasi kegiatan usaha Wajib Pajak. Meski demikian, Bimo memastikan saat ini seluruh unit vertikal DJP telah dibekali data konkret dan sistem yang andal untuk menganalisis kebenaran pengajuan restitusi pajak.

“Kita juga harus melihat kewajarannya, matching antara pajak masukan dengan pajak keluaran. Kita juga menganalisis dari industri yang sejenis, perilaku struktur biayanya seperti apa, kita lihat benchmark industri untuk menganalisis kewajarannya,” pungkas Bimo.

Sebagaimana diketahui, pemerintah telah mempersingkat jangka waktu pemeriksaan pajak yang berimplikasi pada percepatan proses restitusi. Perubahan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 15 Tahun 2025 (PMK 15/2025). Regulasi yang berlaku mulai 14 Februari 2025 ini menetapkan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan pajak berdasarkan jenisnya. Pemeriksaan spesifik memiliki batas waktu penyelesaian maksimal satu bulan, terfokus tiga bulan, dan komprehensif lima bulan.

Selain itu, belum lama ini DJP menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor PER-16/PJ/2025 yang mengubah ketentuan PER-6/PJ/2025. Payung hukum yang mulai berlaku sejak 13 Agustus ini menyempurnakan ketentuan pengajuan restitusi pajak, serta memperluas cakupan ke special purpose company (SPC) dan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah.

Baca juga : DPR Dukung Penundaan Pemungutan Pajak Lewat Shopee dkk, Misbakhun: Kebijakan Tak Boleh Matikan UMKM!