RI Naikkan PPN ke 12% Tapi Vietnam Turun Jadi 8%, ada apa ya kira-kira ?
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara ihwal kebijakan Vietnam yang menurunkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 8% saat Indonesia menaikkan tarif PPN menjadi 12% per 1 Januari 2025.
Airlangga mengatakan, kebijakan pajak suatu negara tidak bisa disamaratakan, karena memiliki kondisi ekonomi domestik yang berbeda. Pemerintah RI pun sudah memutuskan tarif PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah.
“Beda negara, beda kebijakan,” kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Jumat (13/11/2024).
Ia pun percaya diri, perbedaan tarif PPN itu tidak akan mempengaruhi daya saing Indonesia terhadap Vietnam. Airlangga juga menegaskan, kebijakan PPN 12% akan diumumkan secara detil pada Senin pekan depan, diiringi dengan pemberian paket kebijakan ekonomi berupa insentif fiskal dan non fiskal.
“Tidak (pengaruhi daya saing). PPN itu kan untuk barang yang sudah ada,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, Vietnam melanjutkan tarif 8% dari 10% sejak pemotongan PPN saat pandemi covid-19, sementara Indonesia menaikkan jadi 12% pada 2025.
Pemerintah Vietnam memutuskan untuk memperpanjang pemotongan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% ke 8% hingga Juni tahun depan. Hal ini resmi berlaku setelah Majelis Nasional menyetujui perpanjangan pengurangan tersebut.
Berdasarkan resolusi yang disahkan pekan lalu, barang dan jasa yang dikenakan tarif pajak 10% akan tetap menikmati tarif 8% selama enam bulan ke depan. Pengurangan PPN tidak berlaku untuk real estat, sekuritas, perbankan, telekomunikasi, informasi dan teknologi, batu bara, bahan kimia, serta produk dan jasa yang dikenakan pajak konsumsi khusus.
“Perpanjangan pengurangan PPN diharapkan dapat membantu merangsang konsumsi dan mendukung produksi dan bisnis dengan menurunkan biaya barang dan jasa, karena ekonomi terus berjuang,” kata pakar ekonomi Đinh Trọng Thịnh sebagaimana dilansir Vietnam News, dikutip Kamis (12/12/2024).
Kementerian Keuangan Vietnam memperkirakan bahwa pengurangan PPN akan menyebabkan penurunan pendapatan anggaran Negara sekitar 26,1 triliun dong (Rp 16 triliun) pada paruh pertama tahun 2025. Namun, hal itu akan membantu meningkatkan produksi dan bisnis, yang juga akan menciptakan pendapatan untuk anggaran Negara.
Baca Juga : Bos Pajak: Uji Coba Coretax Dilakukan 16 Desember