Direktorat Jenderal Pajak menegaskan bahwa kena PPN untuk Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) apartemen bukan aturan baru, sesuai dengan PP Nomor 49 Tahun 2022.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menegaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) apartemen bukanlah aturan baru. Pengenaan PPN terhadap jasa pengelolaan di apartemen ini sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022.
“Itu bukan aturan baru yang ada tahun ini, itu sebetulnya sudah lama mengenai jasa kena pajak dan tidak kena pajak,” kata Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak Muchamad Arifin dalam diskusi dengan media di Anyer, Serang, Banten, Kamis, (26/9/2024).
Secara lebih lengkap, PP yang disebut Arifin mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean.
PP tersebut salah satunya menyebutkan mengenai sejumlah jasa yang tidak terkena PPN. Sejumlah jasa yang tidak terkena PPN karena dinilai strategis di antaranya, jasa pendidikan, jasa asuransi dan jasa medis. Nah, Arifin menyebut jasa pengelolaan lingkungan apartemen bukanlah jasa strategis, sehingga penyerahannya terkena PPN.
“Jadi yang terkena adalah jasa pengurusannya,” kata dia.
Sebelumnya, para penghuni rumah susun dan apartemen dikejutkan dengan adanya PPN untuk IPL apartemen. Mereka menganggap pengenaan PPN ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Ketua Umum Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) Adjit Lauhatta menilai kebijakan itu tidak tepat karena banyak penghuninya merupakan kalangan menengah yang saat ini daya belinya tengah terganggu.
“Jangan kira penghuni apartemen itu kaya semua, tidak. Saya tahu kondisi warga saya, banyak juga IPL saja sulit untuk bayar, apalagi ditambah PPN,” kata dia.
“Orang yang tinggal di apartemen justru banyak yang menengah, kalau orang kaya tinggalnya di rumah tapak, sekalipun di dalam gang ya, karena harga rumah tapak di Jakarta sudah mahal,” kata dia lagi.
Baca juga : Beli Boneka Labubu, Wajib Lapor di SPT Pajak?