Pemerintah Secara Resmi Akan Menerapkan Tarif Efektif Untuk Pemotongan Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 Mulai 1 Januari 2024. Simak Cara Hitungnya!

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan secara resmi melakukan perubahan dalam perhitungan tarif pemotongan PPh Pasal 21 untuk penghasilan terkait pekerjaan, jasa, atau kegiatan wajib pajak perorangan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan secara resmi melakukan perubahan dalam perhitungan tarif pemotongan PPh Pasal 21 untuk penghasilan terkait pekerjaan, jasa, atau kegiatan wajib pajak perorangan. Perubahan ini diumumkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023, yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 27 Desember 2023. Keputusan ini telah menjadi bagian integral dari reformasi perpajakan yang lebih luas, sejalan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang juga diumumkan pada tanggal yang sama.

Penandatanganan oleh Presiden Jokowi pada 27 Desember 2023 menetapkan efektivitas dari PP Nomor 58 Tahun 2023, yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2024. Langkah ini memperkuat landasan hukum dan menyelaraskan ketentuan perpajakan terkait penghasilan individu, menciptakan iklim yang lebih transparan dan efisien dalam penerimaan pajak. Dengan demikian, perubahan ini tidak hanya mencerminkan kesiapan pemerintah dalam menghadapi dinamika ekonomi, tetapi juga menegaskan komitmen untuk menjaga keadilan dan keberlanjutan dalam sistem perpajakan nasional.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Ari Astuti, menyebutkan bahwa perubahan skema tersebut dilakukan dalam rangka memberikan kemudahan perhitungan pajak. Melalui aturan ini, perhitungan pajak terutang hanya dilakukan dengan mengalikan penghasilan bruto dengan tarif efektif atau dikenal dengan istilah tarif efektif rata-rata (TER).

Tarif efektif ini sudah memperhitungkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi setiap jenis status PTKP seperti tidak kawin, kawin, serta kawin dan pasangan bekerja dengan jumlah tanggungan yang telah atau belum dimiliki.

Adapun rincian kategori ketetapan penghasilan bulanan adalah sebagai berikut.

Kategori A

Kategori A diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau didapatkan oleh penerima penghasilan dengan status PTKP:

  • tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0);
  • tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak 1 orang (TK/1); atau
  • kawin tanpa tanggungan (K/0).

Kategori B

Kategori B diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau didapatkan oleh penerima penghasilan dengan status PTKP:

  • tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak 2 orang (TK/2);
  • tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak 3 orang (TK/3);
  • kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak 1 orang (K/1); atau
  • kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak 2 orang (K/2).

Kategori C

Kategori C diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau didapatkan oleh penerima penghasilan dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak 3 orang.

Rumus baru penghitungan tarif PPh mendatang ialah TER (Tarif Efektif Rata-rata) x Penghasilan Bruto untuk masa pajak selain masa pajak terakhir. Sedangkan, masa pajak terakhir menggunakan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh, atas jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan atau pensiun, iuran pensiun, dan PTKP.

Berikut ini, ilustrasi perbandingan perhitungan PPh Pasal 21 terbaru dan yang berlaku saat ini:

Bagus merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan status menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja sebagai pegawai tetap di PT Jaya Abadi. Bagus menerima gaji sebesar Rp10.100.000,00 per bulan.

1. Perhitungan PPh Saat Ini

Dengan mekanisme pemotongan PPh saat ini, maka perhitungannya sebagai berikut:

Dengan gaji Rp10.100.000,00 dikurangi Biaya Jabatan 5% x Rp10.100.000,00 yang menjadi sebesar Rp 505.000,00 maka penghasilan neto sebulan Bagus sebesar Rp 9.595.000,00. Adapun penghasilan neto setahun dihitung sebagai berikut:

12 x Rp9.595.000,00 = Rp115.140.000,00.

Dengan memperhitungkan status Bagus, PTKP setahun Bagus yang masuk kategori kawin tanpa tanggungan atau dengan simbol tabel K/0. Alhasil, besaran pengurangan total penghasilan neto setahun dikurangi Rp 58.500.000,00 sehingga nominal Penghasilan Kena Pajak setahun menjadi Rp 56.640.000,00.

Dengan demikian total PPh Pasal 21 terutang perhitungannya menjadi 5% x Rp56.640.000,00 dengan hasil Rp2.832.000,00 dan PPh Pasal 21 per bulannya menjadi sebesar Rp2.832.000,00 : 12 dengan total akhir menjadi Rp236.000,00.

2. Perhitungan tarif efektif atau TER

Berdasarkan status PTKP dan jumlah penghasilan bruto, pemberi kerja menghitung PPh Pasal 21 Bagus menggunakan Tarif Efektif Kategori A dengan tarif 2,25%. Dengan demikian, jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan Bagus adalah:

Januari – November : Rp10.100.000,00 x 2,25% = Rp227.250,00/bln
Desember : Rp2.832.000,00 – (Rp227.250,00 x 11) = Rp332.250,00.

Adapun, selisih pemotongan sebesar Rp105.000,00.

Perubahan ini menekankan perlunya pemahaman dan kesiapan bagi semua pihak terkait, serta menggaris bawahi peran konsultan pajak, seperti Satvika Consul ting konsultan pajak di bali , dalam memberikan panduan kepada wajib pajak untuk mematuhi peraturan perpajakan yang baru.

Baca juga : Berapa Biaya Konsultan Pajak Pribadi di Bali ?