Kenaikan PPN 12% tak dimasukan ke dalam perhitungan APBN 2025 karena DPR menolak?
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah keputusan untuk kenaikan PPN menjadi 12% akan diambil pemerintah baru, yaitu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Namun, penerapan tarif baru PPN itu harus melalui persetujuan Komisi XI DPR RI.
Menurut Said, PPN 12% tak dimasukan ke dalam perhitungan APBN 2025 karena DPR menolaknya. Adapun dalam RUU APBN 2025 yang akan dibawa ke rapat paripurna, pemerintah dan DPR menyepakati target penerimaan sebesar Rp 2.490,91 triliun dari sektor perpajakan. Dari jumlah itu, setoran PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp 945,12 triliun.
Said mengatakan target penerimaan itu masih menggunakan hitung-hitungan PPN sebesar 11%.
“Rp 2.490 triliun penerimaan itu tidak termasuk PPN 12%, kami tidak menghendaki itu naik,” kata dia saat ditemui selepas rapat kerja Banggar DPR, dikutip Rabu (18/9/2024).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menegaskan kebijakan ini harus menunggu pembahasan bersama Presiden Terpilih.
“Kita tunggu saja,” kata dia saat ditemui di Gedung DPR.
Namun, Febrio mengatakan pemerintah merasa perlu melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dia mengatakan upaya itu harus ditempuh untuk menaikan rasio perpajakan Indonesia.
“Kami melihat perekonomian sudah mulai menunjukan ruang untuk bisa tumbuh, walaupun ekonomi global masih sangat menantang,” kata dia.
Pengusaha Tanah Air telah menyampaikan pandangannya. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan kepada pemerintah, untuk mengevaluasi ulang kebijakan kenaikan tarif PPN jadi 12%.
Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani mengatakan, kebijakan kenaikan PPN 12% harus dievaluasi ulang lantaran saat ini daya beli masyarakat sedang mengalami penurunan. Menurutnya, pemberlakuan kenaikan PPN 12% pada awal tahun 2025 cenderung lebih karena aspek budgetair, yaitu fungsi fiskal untuk menambah penerimaan negara.
“Kalau betul aspek budgetair ini yang menjadi pertimbangan pemerintah, seharusnya ada kajian yang lebih mendalam. Karena tren daya beli masyarakat sedang mengalami penurunan,” ujar Ajib.
Baca juga : Pajak Bangun Rumah Sendiri 2.4 Persen Diserbu Netizen, Stafsus Menkeu: Ini Bukan Kebijakan Baru