Kondisi industri Indonesia semakin mengkhawatirkan. Hal ini terlihat dari penerimaan pajak yang disetorkan oleh perusahaan-perusahaan ke dalam negeri.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengumumkan bahwa penerimaan pajak hingga pertengahan tahun ini hanya mencapai Rp 893,8 triliun, mengalami penurunan sebesar 7,9% dibandingkan dengan realisasi pada semester I-2023 yang sebesar Rp 970,2 triliun.
Pencapaian pada semester I-2024 baru mencapai 44,9% dari target penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp 1.988,9 triliun. Sementara itu, pada tahun lalu, sudah mencapai 53,4% dari target Rp 1.818,2 triliun.
“Jika dilihat, tekanan pada penerimaan pajak ini dapat diidentifikasi berhubungan dengan harga komoditas dan restitusi,” kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Menurut sektor usaha utama penyumbang pajak, salah satu yang mengalami penurunan adalah industri pengolahan. Setoran pajak dari sektor industri manufaktur, yang menyumbang 25,23% dari total pajak, tercatat sebesar Rp 214,86 triliun, turun 15,4% secara netto. Padahal, pada semester I-2023 sektor ini masih tumbuh 8%.
Sri Mulyani menyatakan bahwa penurunan penerimaan pajak dari industri pengolahan dipengaruhi oleh peningkatan restitusi dan penurunan PPh Badan Tahunan, terutama pada subsektor yang berkaitan dengan komoditas seperti sawit, logam, dan pupuk.
“Penurunan netto sebesar 15,4% ini terutama disebabkan oleh restitusi. Hal ini mencerminkan kondisi perekonomian kita, yang terlihat dari pembayaran pajak yang mengalami koreksi tajam dibandingkan dengan dua tahun terakhir,” jelas Sri Mulyani.
Di urutan kedua adalah sektor industri perdagangan, yang menyumbang 24,79% dari total pajak. Setoran pajak dari sektor ini mencapai Rp 211,09 triliun, turun 0,8% secara netto, padahal pada periode yang sama tahun lalu masih tumbuh 7,3%.
Sektor pertambangan, yang menyumbang 5,72% dari total penerimaan pajak, hanya menghasilkan Rp 48,75 triliun. Setoran pajak dari sektor ini turun 58,4% pada Semester I-2024, sementara pada Semester I-2023 masih tumbuh 51,7%.
Sri Mulyani menyatakan bahwa harga-harga komoditas utama memang mengalami penurunan pada Semester I-2024 dibandingkan dengan Semester I-2023. Contohnya, harga batu bara turun 53,92%, tembaga turun 4,23%, dan lainnya turun 0,8%. Selain itu, harga sawit turun 8,8%, dan logam turun 2,03%.
Dampak kondisi ini adalah peningkatan jumlah restitusi untuk industri sawit dari Rp 16,3 triliun menjadi Rp 18,6 triliun, industri logam dari Rp 5,8 triliun menjadi Rp 17,2 triliun, batubara dari Rp 8,1 triliun menjadi Rp 16,3 triliun, dan perdagangan bahan bakar dari Rp 3 triliun menjadi Rp 11,8 triliun.
Dia mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan masih menghasilkan keuntungan, meskipun tidak sebesar tahun sebelumnya karena harga komoditas mengalami penurunan yang signifikan. Jadi, mereka tidak mengalami kerugian, tetapi keuntungan mereka mengalami penurunan.
Sektor lainnya, seperti jasa keuangan dan asuransi, yang menyumbang 15,15% dari total pajak, masih mencatat pertumbuhan positif dengan setoran pajak sebesar Rp 128,98 triliun. Pertumbuhan setoran pajaknya mencapai 11,8% dalam enam bulan pertama tahun ini, mengalami perlambatan dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu sebesar 27,5%.
Sektor konstruksi dan real estat, yang menyumbang Rp 4,8 triliun, masih mencatat pertumbuhan neto sebesar 9,4%, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada Semester I-2023 yang mencapai 14,4%. Total nilai setoran pajaknya hingga Semester I-2024 mencapai Rp 40,91 triliun.
Sektor transportasi dan pergudangan, yang menyumbang 4,71% dari total nilai setoran pajak, mencatat kenaikan sebesar 0,8% menjadi Rp 40,08 triliun. Pertumbuhan ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan setoran pajak pada Semester I-2023 yang mencapai 43,5% secara neto.
Sektor informasi dan komunikasi, yang menyumbang 3,86% dari total setoran pajak, mencatat kenaikan sebesar 19,1% menjadi Rp 32,83 triliun. Kenaikan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu, yang mencapai 14,9%.
Jasa perusahaan, yang menyumbang 3,69% dari total setoran pajak, mencatat kenaikan sebesar 10,4% menjadi Rp 31,39 triliun pada Semester I-2024. Kenaikan ini lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu, yang mencapai 28,6%.
Baca Juga : Penerimaan Pajak Idonesia Kembali Menurun: Shortfall Kembali Muncul